Tanggal : 27 Desember 2007
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/27/revitalisasi-perikanan-dan-pemberantasan-perikanan-ilegal/
Revitaslisasi perikanan yang telah dicanangkan oleh Presiden SBY (11/06/2005) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan, khususnya nelayan. Namun demikian gerakan semacam ini bukan hal baru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dari periode ke periode kepemerintahan gerakan semacam ini telah mengalami berbagai perubahan nama, akan tetapi kesejahteraan nelayan tetap saja belum mengalami perubahan. Misalnya pada periode pemerintahan sebelumnya gerakan ini dikenal dengan protekan 2003 dan gerbang mina bahari.
Kegagalan berbagai gerakan tersebut selama ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan pemerintah dalam melaksanakan gerakan tersebut. Selama ini berebagai gerakan tersebut hanya dijadikan ”jargon” pemerintah dalam ”meninabobokan” masyarakat miskin, khususnya nelayan. Salah satu ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan gerakan tersebut dapat dilihat dari masih maraknya kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia. Padahal illegal fishing tersebut merupakan salah satu kunci suksesnya gerakan peningkatan kesejahteraan nelayan tersebut.
Misalnya target revitalisasi perikanan tersebut adalah peningkatan produksi perikanan perikanan sekitar 9 juta ton per tahun. Target ini sama saja dengan target gerbang mina bahari dan protekan 2003. Menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan produksi perikanan tangkap indonesia saat ini mencapai 4,4 juta ton per tahun. Sementara itu menurut laporan FAO tahun 2001 Indonesia setiap tahunnya kecurian ikan sebanyak 1,5 juta ton atau setara dengan uang sekitar 2,3-4 milyar dolar AS. Artinya apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dapat dimanfaatkan oleh kapal-kapal perikanan nasional maka produksi perikanan laut dapat meningkat sampai 5,9 juta ton per tahun atau sekitar 92,19 persen dari potensi sumberdaya ikan laut Indonesia (6,4 juta ton per tahun). Dengan demikian potensi sumberdaya ikan di perairan indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kapal perikanan nasional.
Selain itu juga apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dimanfaatkan oleh armada penangkapan nasional maka sedikitnya dapat menghidupi bahan baku industri-industri pengolahan hasil perikanan, misalnya industri pengalengan tuna. Karena umumnya sumberdaya ikan yang dicuri dari perairan indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar lainnya. Misalnya setiap industri pengalengan ikan tuna umumnya memerlukan bahan baku perhari minimalnya sekitar 80 ? 100 ton atau sekitar 28.000 ? 36.000 ton per tahun maka sumberdaya ikan yang dicuri tersebut sedikitnya dapat menghidupi sekitar 42 industri pengalengan ikan tuna nasional.
Dengan demikian target revitalisasi perikanan untuk membangkitkan industri pengolahan ikan akan terlaksana dengan baik. Selain itu juga kekhawatiran para pemilik industri pengalengan ikan tuna yang ada saat ini terhadap kekurangan bahan baku dapat diminimalisir.
Menurut catatan Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia APII empat tahun lalu tersebar tujuh industri pengalengan ikan tuna di Jawa Timur. Tetapi, kini empat unit di antaranya tidak berproduksi lagi karena kekurangan bahan baku. Di Sulawesi Utara, yang semula memiliki empat industri yang sama, sekarang tinggal dua industri yang beroperasi. Itu pun setelah diambil alih investor dari Filipina. Sementara itu, di Bali juga tinggal satu unit, padahal sebelumnya ada dua industri pengalengan ikan tuna.
Selain itu juga pemberantasan illegal fishing tersebut akan sangat berdampak positif terhadap pencapaikan target revitalisasi perikanan lainnya seperti pertama, peningkatan devisa ekspor. Selama ini praktek illegal fishing tersebut telah mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional dan pembayaran uang pandu pelahuhan. Hal ini akan berdampak secara nyata terhadap berkurangnya pendapatan ekspor nasional. Hal ini juga berimplikasi serius terhadap aktivitas pengawasan, di mana jika aktivitas pengawasan tersebut didukung secara keseluruhan atau sebagian oleh pendapatan ekspor (atau pendapatan pelabuhan).
Kedua, penyerapan tenaga kerja, illegal fishing selama ini telah mengurangi potensi ketenagakerjaan nasional dalam sektor perikanan seperti perusahaan penangkapan ikan, pengolahan ikan dan sektor lainnya yang berhubungan. Ketiga, peningkatan konsumsi ikan masyarakat dan peningkatan pendapatan nelayan. Maraknya illegal fishing akan mengancam pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal dan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional.
Hal ini akan meningkatkan resiko kekurangan gizi dalam masyarakat. Selain itu juga praktek illegal fishing selama ini telah mengancam keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan-nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Hal ini disebabkan, nelayan asing selain melakukan penangkapan secara illegal juga mereka tak jarang menembaki nelayan-nelayan tradisional yang lagi melakukan penangkapan ikan di fishing ground yang sama.
Memberantas Illegal Fishing
Dengan melihat pentingya pemberantasan illegal fishing terhadap pencapaikan target revitalisasi perikanan maka hendaknya pemerintah saat ini untuk merumuskan langkah-langlah komprehensif dalam menangani illegal fishing tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani illegal fishing tersebut, yaitu pertama, mempercepat pembentukan keputusan presiden (Keppres) illegal fishing yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum dalam memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Namun demikian keberadaan keppres tersebut hendaknya diikuti dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan berpihak kepada kepentingan nasional.
Kedua, peningkatan kesadaran dan kerjasama antar seluruh stakeholders perikanan dan kelautan nasional dalam pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan oleh stakeholders perikanan itu sendiri, termasuk pemerintah dan pengusaha perikanan. Hal mendesak yang perlu dilakukan adalah memberantas KKN dalam penurusan ijin penangkapan ikan.
Ketiga, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional. Dengan meningkatkan peran ini Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti illegal fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems) misalnya dapat dilakukan.
Hemat penulis pemberantasan praktek illegal fishing di perairan Indonesia saat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Artinya pemerintah dan stakeholders perikanan dan kelautan lainnya perlu bekerjasama untuk memberantas praktek illegal tersebut. Karena apabila hal ini tidak secepatnya dilakukan maka revitalisasi perikanan hanya akan sebagai jargon saja. Sudah saatnya potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia untuk dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat Indonesia sendiri.