Kapal Illegal Fishing Asal Filipina di Tangkap KP. Todak 002.

Tanggal : 10 November 2008
Sumber : Satker PSDKP Kendari. www.p2sdkpkendari. com, Jl. Samudera No. 1 Puday Kendari Sultra, Telp. 0401-395958, 390970 Fax. 0401-395959



Satu buah kapal jenis pumb boat KM. Johsua 22 B yang di nahkodai Jonni Katiho pada hari Jum’at tanggal 7 7 November 2008 jam 06.30 Wita di tangkap oleh Kapal Pengawas (KP) Todak 002 pada posisi 02o29’608’ S – 125o02’716’E yaitu di perairan Laut Banda sekitar pulau Taliabu dan Pulau Sanana. Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh KP. Todak 02 yang dinahkodai Samuel Sandi S.St.Pi diduga kapal illegal fishing tersebut melanggar pasal 7 ayat (2) huruf d jo. Pasal 100, Pasal 42 ayat (2) jo Pasal 98, Pasal 27 ayat (2) jo pasal 93 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dengan denta maksimal 250 juta yaitu diduga melakukan penangkapan ikan tanpa Surat Laik Operasi (SLO), Daftar ABK dalam SIB tidak sesuai dengan ABK di atas kapal dan Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang tidak sesuai dengan SIPI.
Barang bukti dari kapal yang di ad hock ke Pangkalan KP. Todak 002 di Satker PSDKP Kendari yang berada di PPS Kendari yaitu Satu unit KM. Joshua 22 B ukuran 7 GT dan dokumen, Ikan tuna dan laying sebanyak 870 Kg. Saat ini kapal tersebut sementara diproses oleh pihak KP. Todak 002 setelah itu diserahkan ke Satker PSDKP Kendari untuk proses lebih lanjut.
Lebih lanjut Ka Satker PSDKP Kendari Mukhtar, A.Pi mengatakan bahwa proses lebih lanjut setelah diserahkan oleh pihak KP. Todak 002 akan melakukan klarifikasi kejadian dan pelanggaran terhadap kapal tersebut untuk diserahkan ke pusat. Selain itu ABK kapal tesebut berjumlah 23 orang yaitu 1 orang berkebangsaan Indonesia dan 22 Orang Berkebangsaan Filipina yang memerlukan penanganan lintas sektoral dengan pihak imigrasi untuk pendeportasian ABK. (Sumber Satker PSDKP Kendari). www.p2sdkpkendari. com, Jl. Samudera No. 1 Puday Kendari Sultra, Telp. 0401-395958, 390970 Fax. 0401-395959



[Illegal_Fishing_Indonesia] Pangeran Charles Dukung Restorasi Ekosistem di Indonesia

Tanggal : 3-11-2008
Sumber : Media Indonesia


Isi Berita

Pewaris Tahta Kerajaan Inggris Pangeran Charles menunjukkan perhatian dan dukungan yang besar terhadap upaya pelestarian hutan tropis, yang ditunjukkan dengan kunjungannya ke Indonesia pada awal November 2008 (red goblue: 2 November 2008).
"Salah satu upaya pencegahan "deforestasi" yang mendapat perhatian Pangeran Charles adalah inisiatif restorasi ekosistem di hutan produksi yang dirintis 'Burung Indonesia' di Sumatera," Prof Dr Ani Mardiastuti, Ketua Dewan Perhimpunan Burung Indonesia, Jumat, dalam siaran persnya. Inisiatif itu bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem dan kondisi hutan alam di hutan produksi.
Disebutkan, perhatian Pangeran Charles terhadap upaya pencegahan "deforestasi" itu tak lepas dari hasil evaluasi tim peneliti Inggris yang diketuai oleh Nicholas Stern, yang menyebutkan bahwa perubahan iklim global semakin nyata dan akan berakibat sangat buruk terhadap perekonomian dunia jika tidak ada upaya perbaikan dari sekarang.
Salah satu pemicu terbesarnya adalah "deforestasi" besar-besaran yang terjadi di penjuru dunia, termasuk Indonesia .
Hal ini dipertegas oleh hasil evaluasi lanjutan oleh tim Eliasch, juga dari Inggris, yang dirilis 13 Oktober 2008, yang menyebut bahwa deforestasi benar-benar faktor penting penyumbang pemanasan global yang memicu perubahan iklim global, dan bahwa nilai kerusakan dari perubahan iklim akan bertambah hingga 1 triliun dolar AS jika tidak ada upaya mencegah "deforestasi".
Restorasi ekosistem adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk melawan deforestasi yang tak terbendung, sehingga dapat turut membantu mencegah pemanasan global dan perubahan iklim.
Ani Mardiastuti mengakui, tidak mudah bagi "Burung Indonesia " untuk meyakinkan para pihak dan meraih dukungan untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut. Apalagi, pada saat inisiatif restorasi ekosistem mulai dirintis belum ada payung hukum yang mengakomodasi restorasi hutan produksi.
Melalui kerja sama yang baik, khususnya dengan Departemen Kehutanan, sejak 2004, dan juga dengan dukungan Prince of Wales itu, akhirnya pada awal 2008 Burung Indonesia dan mitra dapat mengantungi izin konsesi restorasi ekosistem pada hutan produksi di Sumatera Selatan untuk 100 tahun.
Konsesi tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan seluas 101.000 hektare yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi pertama restorasi ekosistem di Indonesia . Kawasan tersebut saat ini dikenal sebagai Harapan Rainforest.
Saat ini, Burung Indonesia bersama "Royal Society for the Protections of Birds" (RSPB), organisasi pelestari burung di Inggris, dan BirdLife International terlibat dalam konsorsium pengelolaan bersama Harapan Rainforest.
Kawasan hutan ini teridentifikasi menjadi tempat hidup 287 jenis burung, yang 70 jenis di antaranya terancam punah. Selain itu, hidup pula 58 jenis mamalia, 43 jenis amfibi. Selain itu ada 159 jenis pohon, yang salah satunya berada dalam status rentan (vulnerable) adalah bulian (Eusideroxylon zwageri). (Ant/OL-01) Media Indonesia .

[Illegal_Fishing_Indonesia] angan Jadikan Pesisir Jawa Jamban Industri Migas

Tanggal : 3-11-2008
Sumber : Siaran Pers JATAM, 3 November 2008


Isi Berita

Jangan adikan Pesisir Jawa Jamban Industri MigasPerairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta tercemar lagi. Minyak mentahsetebal hingga 20 cm menggenangi pantai dan mengepung pulau-pulausekitarnya. Kejadian yang sama terjadi di Indramayu, tahun ini terjadi 2kali perairan laut di Indramayu ditutupi minyak mentah dari KilangBalongan pada 14 September dan 3 Oktober 2008. 28 Oktober lalu, KilangBalongan meledak dan menyebabkan 3 pekerjanya terluka.Di kepulauan Seribu, Kamis lalu (16/10), minyak mentah setebal hingga 20cm menggenangi pantai dan dan mengepung Pulau tikus, Pulau Burung danPulau Payung. Padahal ada 179 Kepala Keluarga menghuni Pulau Pari danPulau Payung. Anehnya, tak diketahui darimana tumpahan minyak iniberasal. CNOOC, perusahaan migas dari Cina yang menambang di sekitarkawasan tersebut, membantah minyak tersebut berasal dari kilangnya.Bantahan-bantahan serupa telah disampaikan berulang-ulang, sejak tahun2003. Sejak perairan Kepulauan Seribu langganan tumpahan minyak.Tercatat, lebih 7 kali terjadi pencemaran minyak, dimana 4 diantaranyaterjadi sepanjang 2003 hingga 2004. Dan empat tahun terakhir, ada 78pulau di kawasan ini tercemar tumpahan minyak. Kawasan ini adalahkawasan pengeran dan juga jalur lalu lalang kapal pengangkut minyak,perusahaan transnasional seperti CNOOC dari China dan BP Java West dariInggris. Anehnya bagaikan hantu, jejak pencemaran ini tak pernah bisadiungkap.Pada pencemaran Desember 2003, Penyidik Pengawai Negeri Sipil LingkunganHidup (PPNSLH) telah memproses berkas perkara kasus ini. Bahkan telahpula ditetapkan tersangka pelaku pencemaran. Namun bagai menyidik hantu,berkas tersebut tidak pernah sampai ke pengadilan dan diproses secara hukum.Bagaimana di Indramayu? Sejak beroperasi Kilang Balongan berulangkalimencemari laut dan pesisir pantai Indramayu. Tak kurang sejak tahun 1997sudah 8 kali pencemaran terjadi baik dari pipa crude oil maupun IPAL.Bahkan, pada tahun 2005, akibat kebocoran IPAL tak kurang 70-an orangharus dirawat inap karena IPAL yang bocor.Kebocoran terakhir kali terjadi akibat bocornya Pipa baru SBM 130,pengangkut minyak mentah. Akibatnya sejumlah tambak dan kawasanrangkapan nelayan kecil tercemar. Sebelumnya pipa SBM 150 yang telahberusia 36 tahun kembali bocor yang menggenangi laut dan pesisir pantaisejauh 15 kilometer.Seperti biasa, upaya yang dilakukan oleh Pertamina dan pemerintah alakadarnya, hanya membersihkan sebaran minyak mentah secara manual olehwarga sekitarnya. Padahal masalah utama seringnya perairan Indramayutercemar karena pipa tua sepanjang 5 mil yang kerap bocor, pipa SBM 130yang belum lama dipasang juga bocor."JATAM mempertanyakan keamanan industri migas di kawasan padat huni danpesisir sekitar Pulau Jawa, yang berkali-kali mengalami kecelakaan danpencemaran minyak. Pemerintah perlu segera melakukan audit keamanankegiatan industri migas di daratan dan perairan Pulau Jawa yang padatpenduduk", ujar Siti Maemunah, Koordinator Nasional JATAM, menanggapisituasi di atas."Pesisir Jawa diperlakukan bagai Jamban. Kinerja Menteri ESDM danMenteri LH kabinet SBY-JK sedemikian buruknya hingga tak mampu menguruskecelakaan migas dan pencemaran berulang – di tempat yang sama. Tak adapelaku diseret ke pengadilan, tak ada perbaikan kebijakan yang bisamencegah pencemaran, apalagi memulihkan kawasan dan penduduk yangterkena pencemaran", tambahnya.Kontak Media: Luluk Uliyah (0815 9480 246)

Kantong Limbah Diangkat dari Teluk Jakarta

Tanggal : 2-11-2008
Sumber : http://www.antara. co.id/arc/ 2008/11/2/ 4000-kantong- limbah-diangkat- dari-teluk- jakarta/


Isi Berita

Jakarta (ANTARA News) - Tim pembersih limbah dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mengangkat tumpahan minyak mentah (tarbal) yang mencemari perairan pulau-pulau di wilayah itu dan hingga Minggu sudah mengumpulkan 4.000 kantong minyak mentah.
"Kami sudah menyiapkan sekitar 5.000 kantor untuk mengangkat tarbal, namun sekarang baru 4.000 kantong yang sudah terangkat," kata Kepala Tim Pelaksana Clean Up dari Kepulauan Seribu Sunaryo.
Limbah-limbah minyak mentah itu dikumpulkan dari perairan empat pualu di kepulauan Seribu, yakni Pulau Tidung, Pulau Payung, Pulau Lancang dan Pulau Pari.
Akibatnya pencemaran itu, ikan-ikan di perairan teluk Jakarta banyak yang mati.
Sunaryo mengatakan, 4.000 kantong limbah minyak itu dikumpulkan bersama masyakarat sekitar pulau sejak Kamis lalu.
Ditambahkan Sunaryo, tim pelaksana pembersihan limbah minyak berjumlah 10 personel dengan dibantu warga sekitar pulau. Pembersihan masih dilakukan dengan cara manual, yakni mengumpulkan gumpalan minyak dan dimasukan dalam karung.
"Diharapkan Senin besok sudah bersih," ujarnya.
Sementara Bupati Kepulauan Seribu, Abdul Rachman Andit, membenarkan pencemaran tarbal di wilayahnya.
Menurutnya, hingga saat ini Pemkab Kepulauan Seribu belum dapat memberikan keterangan terkait pihak mana yang akan bertanggung jawab atas pencemaran ini.
Bupati mengutuk pihak yang tidak bertanggung jawab atas pencemaran itu.
Diungkapkan Rachman, akibat pencemaran itu banyak kerugian yang di alami warga Kepulauan Seribu.
"Kita akan usut pencemaran ini sampai tuntas, ini telah merusak ekosistem laut dan sangat merugikan," tegas Bupati. Tarbal yang mencemari perairan Pulau seribu terbanyak berada di pantai Pulau Pari.(*)

Berantas Illegal Fishing secara Online

Tanggal : 3 November 2008
Sumber : Warta Ekonomi


Departemen yang dipimpin Menteri Freddy Numberi ini sekarang memiliki program-program e-government yang bisa diandalkan untuk mengatasi masalah pencurian ikan dl perairan indonesia .

Bak adegan film, akhir Agustus lalu, di perairan laut Maluku, polisi mengejar kapal-kapal motor nelayan berkebangsaan asing yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Namun, apa daya, kapal-kapal pencuri ikan dengan menggunakan pukat harimau itu berhasil lolos dari sergapan polisi dan melarikan diri ke luar negeri. Saat ini polisi sedang mengirim tim ke luar negeri untuk mengupayakan agar kapal-kapal itu bisa ditarik ke Indonesia dan selanjutnya diproses secara hukum.

Masalah illegal fishing belakangan ini makin sering terjadi dan hal ini tentu saja makin merepotkan aparat keamanan yang memiliki sumber daya terbatas. Menghadapi hal itu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tidak tinggal diam. Departemen yang dipimpin oleh Menteri Freddy Numberi ini mencoba meredam kegiatan illegal fishing dengan mengimplementasikan e-government. Caranya adalah dengan membangun infrastruktur yang bisa mengoneksikan data dan informasi antara kantor-kantor DKP di Jakarta, stasiun pengamatan kelautan DKP, dan 33 dinas perikanan dan kelautan provinsi. Harapannya, tentu saja, aktivitas illegal fishing makin cepat diketahui dan diatasi.

Menurut Soen'an H. Poernomo, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi DKP, saat ini departemennya telah berhasil mengembangkan infrastruktur Metropolitan Area Network untuk lingkup lima kantor DKP di Jakarta, infrastruktur Wide Area Network di tiga lokasi stasiun pemantau kelautan DKP (Perancak-Bali, Sorong, Bitung), fasilitas Wi-Fi (hotspot) di kantor pusat DKP, dan infrastruktur VOIP untuk komunikasi di lingkup kantor DKP 2007. Dengan anggaran e-government tahun 2007/2008 sebesar Rp. 6,2 miliar, tahun ini DKP sedang mengembangkan teknologi koneksi data dari daerah ke pusat, termasuk penyewaan internet connection untuk 33 dinas kelautan dan perikanan provinsi serta tersedianya local loop V-Sat bagi empat lokasi unit pengamatan kelautan DKP (Perancak-Bali, Sorong, Bitung, dan Sukamandi). "Di kantor DKP terdapat stasiun yang terkoneksi dengan seluruh kapal untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas illegal fishing karena seluruh kapal telah terpasang transponder, " ujar Soen'an.

Sejak 2003, DKP juga telah 3 memiliki sistem pemantauan kapal-kapal penangkap ikan berbasis web atau Vessel Monitoring System (http://dkpvms. dkp.go.id). Tidak hanya memantau, DKP juga telah memberikan layanan perizinan kapal ikan untuk beroperasi di wilayah perairan Indonesia secara elektronik. Program e-government ini membuat layanan DKP kepada pengusaha kapal ikan Indonesia dan asing makin mudah dan cepat (tujuh hari), serta tidak dipungut biaya.

Di samping itu, DKP juga mempunyai sejumlah program e-government untuk pelayanan publik lainnya, yaitu website DKP (www.dkp.go.id). Perizinan (www.perizinan. dkp.go.id), pusat karantina ikan (www.puskari. dkp.go.id), informasi harga ikan (www.pipp.dkp. go.id/pipp2), bursa ikan (www.pdn.dkp. go.id), sistem informasi perhitungan statistik kelautan dan perikanan (http://statistik. dkp.go.id), dan informasi hukum (www.infohukum. dkp.go.id). Untuk memperkuat program e-government itu, DKP pun membangun kerja sama pertukaran data dengan BMG dan Bako-surtanal, dan dengan JICA dalam pengiriman tenaga ahli di bidang TI.

Empat Kapal Illegal Fishing diserahkan ke Kejaksaan.

Tanggal : 28 Oktober 2008
Sumber : www.cenderawasihpo
s.com, 28-10-2008)aa chev


MERAUKE-Diduga tidak memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (Sikpi), 4 kapal yang dioperasikan oleh PT Dwi Karya Reksa Abadi di Wanam, Kampung Wogikel, Distrik Illiwayap-Merauke, disita oleh Polisi.


Keempat kapal tersebut masing-masing KMN Nehemia 02 dengan Nahkoda LS (57), KMN Merauke 08 dengan Nahkoda IO (39), KMN Okaba 03 dengan Nahkoda YM (40) dan KMN Wanam dengan Nahkoda AO (48). Keempat Nahkoda tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim penyidik Polda Papua yang tergabung dalam Tim Gabungan Operasi Jaring 2008 yang langsung melakukan penyidikan atas keempat kapal tersebut.


Selasa (27/10) oktober kemarin, berkas keempat tersangka tersebut tersebut diserahkan oleh Tim Penyidik Gabungan Operasi Jaring 2008 yang dipimpin langsung Ipda Sakka, SH sebagai Ketua Tim yang diterima oleh Kajari Merauke Sudiro Husodo, SH. Penyerahan berkas tahap pertama ini, selanjutnya akan dipelajari oleh pihak Kejaksaan Negeri Merauke apakah masih ada kekurangan atau sudah bisa dinyatakan P.21 atau lengkap. ''Selanjutnya akan kita pelajari. Ya kalau nantinya masih ada yang kurang akan kita kembalikan ke penyidik untuk dilengkapi,' ' jelas Kajari.


Dari berkas yang diserahkan tersebut, terungkap bahwa keempat kapal yang dioperasikan oleh PT Dwi Karya Reksa Abadi yang beroperasi di Wanam itu diamankan Polisi saat dilakukan pemeriksaan terhadap 75 unit kapal penangkap ikan yang dioperasikan oleh perusahaan tersebut.


Dari pemeriksaan itu, ditemukan keempat kapal tersebut tidak memiliki Sikpi. Sementara fakta yang dikumpulkan oleh penyidik ditemukan bahwa ada surat izin berlayar dan ada ikan yang diserahkan oleh keempat kapal tersebut ke bagian prosesing yang menandakan bahwa kapal pernah beroperasi meski pada saat itu kapal tidak dalam posisi beroperasi.


''Jadi fakta hukumnya begitu,'' kata Ketua Tim Ipda Sakka yang dicegat Cenderawasih Pos seusai penyerahan 4 berkas tersangka itu.Karena itu, keempat tersangka dikenakan Pasal 94 UU Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

TNI AL Tahan Tiga Kapal Ikan Thailand

Tanggal : 29 September 2008
Sumber :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/29/0007596/tni.al.tahan.tiga.kapal.ikan.thailand


Batam, Kompas - Pihak TNI Angkatan Laut dari Gugus Tempur Laut Kawasan Armada Barat menahan tiga kapal ikan Thailand yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Meskipun kapal-kapal ikan Thailand sering ditangkap aparat TNI atau Departemen Kelautan dan Perikanan, nelayan lokal tidak pernah dapat memanfaatkan kapal-kapal itu untuk pemberdayaan nelayan lokal.Ketiga kapal ikan Thailand itu ditangkap 22 November oleh KRI Sultan Thaha Saifuddin (STS) dan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Uban, Bintan. Kapal-kapal tersebut adalah KM Chor, KM SF2-299, dan KM Korsin.”Kapal-kapal itu diserahkan ke pihak Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) Tanjung Pinang untuk proses hukum,” kata Komandan Lantamal Tanjung Pinang Brigjen Marinir Lukman Sofyan akhir pekan.Sementara itu, Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Nelayan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri) Tarmizi mengungkapkan, kelompok nelayan lokal tidak dapat memanfaatkan kapal-kapal Thailand yang selama ini ditangkap aparat keamanan.”Kelompok nelayan sulit ikut atau memenangi lelang kapal-kapal itu,” katanya.Pemenang lelang kapal-kapal Thailand itu, lanjut Tarmizi, diduga merupakan perwakilan pemilik kapal Thailand.”Jadi, kapal-kapal itu kemudian beroperasi lagi di perairan Anambas atau Natuna,” katanya. Oleh karena itu, ia meminta aparat penegak hukum ataupun pemerintah memprioritaskan nelayan lokal dalam melakukan lelang kapal Thailand.Menurut Lukman, ketiga kapal yang ditangkap tidak dilengkapi dokumen dan masuk ke perairan Indonesia. Dari pengakuan anak buah kapal kapal Thailand itu, dalam sebulan, kapal bisa beroperasi dua kali. Ia menambahkan, ikan sebanyak 20 ton dari satu kapal dijual ke Thailand senilai 400.000-500.000 baht. Dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 275, nilai penjualan ikan sebanyak 20 ton dari satu kapal Thailand sebesar Rp 110 juta. (FER)

Rumput Laut Riset Tidak Memadai, Industri Pengolahan Kritis

Tanggal : 18 September 2008
Sumber : Milis Illegal Fishing


Isi Berita

Jakarta, Kompas - Indonesia merupakan produsen rumput laut untuk karaginan terbesar di dunia. Namun, saat ini, industri pengolahan rumput laut di negeri ini kritis. Hal tersebut disebabkan tidak adanya riset yang memadai untuk mengembangkan pengolahan rumput laut.

Rumput laut yang banyak dihasilkan Indonesia adalah jenis gracillaria untuk bahan baku agar-agar dan eucheuma cotonii untuk karaginan. Pemanfaatan rumput laut dapat menghasilkan 500 jenis produk komersial, di antaranya karaginan, yang menjadi bahan baku kosmetik, parfum, obat-obatan, dan pasta gigi.

Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Martani Huseini, Rabu (17/9) di Jakarta, mengemukakan, pengolahan rumput laut baru pada pembuatan agar-agar. Adapun pengolahan karaginan baru dalam bentuk setengah jadi, yaitu berupa lembaran (chip) dan bubuk.

Padahal, apabila diolah lebih lanjut, rumput laut dapat menghasilkan nilai tambah relatif tinggi. Misalnya, saat ini harga rumput laut basah Rp 350 per kilogram (kg), tetapi rumput laut kering berbentuk chip harganya bisa Rp 18.000 per kg.

”Riset pengolahan rumput laut dinilai terlalu mahal. Padahal, jika karaginan serius diolah, nilai tambah yang dihasilkan bisa jadi andalan devisa negara,” katanya.

Martani menjelaskan, pihaknya menegosiasi Perancis dan Swedia yang memiliki keunggulan riset teknologi pengolahan rumput laut agar membantu pengembangan teknologi pengolahan rumput laut di Indonesia.

Terhambatnya pengembangan industri rumput laut, menurut Direktur Investasi dan Usaha Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan DKP Farid Ma’ruf, juga karena pasokan rumput laut hasil budidaya ke industri mutunya tidak stabil.

Peningkatan mutu terganjal kesulitan mendapatkan benih unggul. Mutu rumput laut yang tidak memenuhi standar pabrik harganya akan jatuh dan pengolahan pabrik menjadi tidak optimal.

”Soal bahan baku ini tidak merangsang investasi pabrik pengolahan rumput laut,” katanya. Tahun 2007, produksi rumput laut 1,62 juta ton. Volume ekspornya 94.073 ton dengan nilai 57,52 juta dollar AS. (lkt)

Illegal Fishing Masalah Klasik Negara Kita.

Tanggal : 9 Agustus 2008
Sumber : Mukhtar A.Pi


Isi Berita

Menurut salah seorang yang tergabung dalam Forum Illegal Fishing Indonesia Mengatakan masalah IUU Fishing. Sebenarnya sudah menjadi masalah klasik Negara Kita. Kenapa klasik? karena telah ada dari zaman dulu. Akan tetapi hingga sekarang IUU fishing masih sulit untuk di berantas.


Berita penangkapan kapal asing oleh patroli kita, akhir2 ini sering
terdengar. Akan tetapi tetap masih saja ada kapal2 asing yang masuk
wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan. Atau berita nelayan kita
yang menggunakan API terlarang. Berarti apa yang telah dilakukan oleh
aparat penegak hukum kita belum bisa membuat jera bagi langganan
pelaku IUU Fishing atau membuat takut para calon pelaku IUU Fishing.

Contoh, saat salah seorang rekan saya melakukan survei di perairan
Natuna, dekat perbatasan RI dgn Vietnam, melalui teleskop terlihat
pada jarak 2 - 3 mil sekitar 35 kapal ikan asing telah masuk ke
wilayah Indonesia. Di duga kapal tersebut adalah kapal thailand dan
vietnam.

Sebagaimana kita ketahui, daya dukung RI dalam menjaga perairan di
wilayah perbatasan sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim.
Bayangkan jika kapal patroli kita, atau kapal penangkap ikan kita
yang umumnya berukuran kecil, harus berhadapan dengan kapal asing
yang berukuran lebih besar dan dalam jumlah yang lebih banyak seperti yang dihadapi oleh rekan saya itu.

Kita sangat prihatin. Kesulitan bangsa Indonesia di darat pun juga
sudah banyak seperti banyaknya penderita gizi buruk. Akan tetapi
menjaga kekayaan alam di laut dan menjaga martabat bangsa, juga
merupakan hal yang penting.

Mau tidak mau, pemerintah harus benar2 berhitung jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk mengamankan wilayah kedaulatan RI. Selain itu, sangat dibutuhkan kesadaran yang tinggi bagi seluruh bangsa Indonesia untuk tidak menjadi maling di negara sendiri, atau penindas bangsa sendiri atau penghianat bangsa sendiri. (YP).
(Pengirim : Mukhtar, A.Pi Kepala Satker PSDKP Kendari)

Pukat Harimau Parkir di Pulau Abang - Galang

Tanggal : 30 Juli 2008
Sumber :
Hidup Bersama Risiko Bencana; Website: http://bencana.net; Milis: bencana@googlegroups.com


Salah satu site Coremap II Batam tepatnya Pulau Abang kecamatan Galang menjadi tempat parkir dari Pukat Harimau. Ironisnya pukat tersebut bertambah satu lagi. Pemilik pukat harimau tersebut adalah Tauke Hasim dan Semui.
Menurut informasi abknya lokasi penggunaan pukat harimau tersebut di perairan Laut Cina Selatan dan Perairan Kalimantan. Namun, masyarakat menduga pukat tersebut dioperasikan juga di perairan sekitar Kelurahan Pulau Abang. Hal ini mungkin saja dilakukan pada saat cuaca buruk karena kapal tersebut dilengkapi dengan teknologi navigasi yang cukup maju. Selain itu, pengawasan juga masih lemah. Apatah lagi Pos Angkatan laut yang selayaknya di posisi netral malah berada di dalam komplek tauke hasim.
Ini juga diperkuat dengan pernyataan abk kapal tersebut yang mengeluhkan keberadaan rumpon-rumpon dari Coremap II yang menjadi penghalang bagi pengoperasian pukat harimau. Anggapan bahwa rumpon sebagai pengganggu pengoperasian pukat harimau memperkuat dugaan pengoperasian pukat harimau di lokasi perairan Kelurahan Pulau Abang. Rumor berhembus bahwa rumpon-rumpon tersebut diputus oleh pihak-pihak tertentu untuk melancarkan pengoperasian pukat harimau dan jaring pari. Tokh selama ini tidak pernah dilakukan evaluasi atas keberadaan rumpon tersebut.
Fakta pendukung lainnya, Informasi di lapangan menyebutkan masyarakat terutama ibu-ibu mengeluhkan bahwa tangkapan ikan pukat harimau berkurang drastis dan hanya menyisakan satu pukat harimau saja pada tauke Hasim. Maklum, karena ibu-ibu ini biasa membuat kerupuk yang mengandalkan ikan remes dari hasil pukat harimau karena harganya murah. Nah, mereka mengeluhkan ketiadaan ikan dari berkurangnya kapal pukat harimau.
Selain itu, beberapa waktu di musim timur cumi membanjir di perairan Pulau Abang. Masyarakat mendapat berkah dengan banjirnya cumi. di sisi yang lain banjirnya cumi ini diduga karena ikan-ikan besar yang menjadi predatornya berkurang. Nah, sekarang ini di musim selatan mcumi pun berkurang drastis karena dieksploitasi terus menerus.
Pada musim utara, tangkapan udang karang jauh berkurang dari biasanya. Bahkan masyarakat mengeluhkan hilangnya udang karang dari perairan kelurahan Pulau Abang. Beberapa tauke terpaksa menanggung rugi karena udang karang tidak diperoleh. Apakah ini dikarenakan rusaknya habitat bagi udang karang tersebut ?.
Pemilik kapal mengoperasikan pula jaring pari di perairan sekitar Kelurahan Pulau Abang seperti di perairan Pulau Petong.
Penyelaman di Pulau Petong pada bulan April 2008 menghasilkan temuan yang cukup mengejutkan. Terumbu karang pulau Petong semakin rusak. Lokasi-lokasi yang dahulunya menjadi simpanan bagi kekayaan biota laut seperti ikan hias dan terumbu karang tidak lagi menarik.
Selain itu, kerusakan juga diakibatkan oleh pengambilan ikan hias dan terumbu karang oleh oknum masyarakat dari Pulau Kasu. Hal ini ditemui sejak 2006 lalu bahkan Dinas KP2 Batam mengetahuinya.
Beberapa pemancing di Batam yang sering memancing di perairan Kelurahan Pulau Abang menyebutkan bahwa mereka sulit memperoleh ikan-ikan besar sekarang.
Ancaman lainnya adalah pengeboman ikan yang dilakukan oleh orang yang belum teridentifikasi seperti di Pulau Sepintu dan Sawang di perairan Kelurahan Pulau Abang. Mereka menggunakan mesin Dobel 200 PK. Masyarakat masygul karena tidak dapat berbuat apa-apa. Tokh, keberadaan aparat di sana tidak mampu mengawasi dan menindaklanjuti banyak temuan tersebut.
Semakin kompleks lagi permasalahan illegal fishing yang mencuat juga diperparah dengan adanya perubahan lahan di Kecamatan Galang yang berakibat tingginya erosi dan mengakibatkan sedimentasi. Kekeruhan air menjadi-jadi dan banyak terumbu karang tertutup sedimen. Tolonglah Kami....

TIM KOMISI IV DPR-RI TINJAU KAPAL PENCURI IKAN YANG TERTANGKAP DI MALUKU

Tanggal : 15-07-2008
Sumber : http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/238/tim-komisi-iv-dpr-ri-tinjau-kapal-pencuri-ikan-yang-tertangkap-di-maluku


Isi Berita

Tim Komisi IV DPR-RI mengadakan kunjungan lapangan ke Provinsi Maluku pada tanggal 3-5 Juli 2008 bersama Dirjen P2SDKP, DR. Ir. Aji Sularso yang didampingi oleh Direktur Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP, Willem Gasperz.SE,MM dan Kepala Bagian Program Ditjen P2SDKP, Ir. Noor Sidharta MBA.
Kunjungan lapangan Tim Komisi IV DPR-RI terdiri dari 3 orang anggota dewan diantaranya Darmayanto (F-PAN), Drs. H. Ismail Tajuddin (F-PG) dan Ir. Syamsu Hilal (F-PKS). Dalam kunjungan tersebut anggota dewan bersama rombongan DKP meninjau kapal asing di pangkalan Angkatan Laut di Tual yang berhasil ditangkap oleh petugas karena kasus Illegal Fishing.
Sampai dengan pertengahan Tahun 2008 Pemda Provinsi Maluku telah berkoordinasi dengan TNI-AL, Polri dan Petugas Pengawas DKP berhasil menangkap sekitar 20 kapal pencuri ikan yang terdiri dari 15 kapal berbendera asing dan 5 kapal berbendera Indonesia.
Menurut Dirjen P2SDKP, Aji Sularso, Maraknya pencurian ikan di perairan Maluku dikarenakan produk perikanan di wilayah Timur Indonesia sangat diminati oleh Negara lain seperti ikan tuna untuk sashimi yang diminati oleh Jepang, namun demikian penanggulangan Illegal Fishing di Maluku sudah cukup baik berkat adanya koordinasi dengan pihak petugas keamanan dilapangan, tetapi penanganan kasus illegal fishing tersebut seringkali terhambat pada tahap penuntutan dengan berbagai alasan seperti kapal-kapal yang di Ad Hoc dengan biaya mahal terlalu lama bersandar di pelabuhan bahkan ada yang sampai 5 tahun sehingga kapalnya rusak dan tenggelam, dan terkadang hanya di dikenai sangsi administrative saja.
Sementara itu menurut anggota komisi IV DPR-RI bahwa UU No.31 Tentang Perikanan masih ada celah bagi pelaku pencuri ikan untuk bebas tanpa hukuman berat padahal Indonesia sangat dirugikan hingga lebih dari 30 trilliun rupiah per tahunnya akibat adanya Illegal Fishing, oleh sebab itu UU tersebut perlu di revisi.

Pengeboman Ikan Marak di Tanakeke

Tanggal : 9 Juni 2008
Sumber : Berita Fajar

Mapalhi Takalar Mengecam

Laporan: Ramah Praeska, Takalar

TAKALAR - Masyarakat nelayan di Pulau Tanakeke Desa Maccini Baji, Kecamatan Mappakasunggu, mengeluhkan maraknya aksi pengeboman ikan yang dilakukan nelayan dari luar daerah. Aksi tersebut bukan cuma sekali tapi setiap hari.Akibatnya, nelayan lokal kesulitan mendapatkan ikan lantaran sudah dimusnahkan menggunakan bom ikan racikan nelayan tak bertanggungjawab. Seorang nelayan di Tanakeke, Dg Nyala, 55, mengeluhkan maraknya pengeboman ikan itu karena merugikan para nelayan.

"Penghasilan kami bisa-bisa tidak ada lagi karena dimusnahkan oleh oknum nelayan dari luar yang tak bertanggungjawab. Aparat terkait mestinya turun tangan dan jangan membiarkan aksi itu berlangsung," keluhnya kepada Fajar via telepon, Kamis 19 Juni. Maraknya aksi pengeboman ikan di Tanakeke, mendapat kecaman dari Masyarakat Pencinta Lingkungan Hidup (Mapalhi) Takalar. Melalui Direktur Eksekutifnya, Muh Faisal DM, aksi itu dinilai sudah merusak lingkungan atau biota laut. "Pengeboman yang dilakukan nelayan tersebut sudah merusak terumbu karang dan juga mematikan populasi ikan. Mudahnya aksi itu terjadi, karena lemahnya pengawasan dari aparat kepolisian," kecamnya di kantor bupati, Kamis kemarin. Faisal meminta aparat Polres Takalar dan juga pemkab supaya mengintensifkan pengawasan dan pengamanan di Pelabuhan Tanakeke. Aksi pengeboman ikan itu diminta tidak lagi terulang di masa mendatang. (ram)

DKP Tangkap 130 Kapal Ilegal Fishing

Tanggal : 05 Mei 2008
Sumber : http://pab-indonesia.com/web/content/view/12349/9/


JAKARTA - Selama kuartal pertama tahun 2008, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menangkap 130 kapal yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.

Jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp322,41 miliar.

"Intensitas kegiatan penangkapa ilegal sangat tinggi dalam beberapa bulan ini. Eksodus kapal asing terjadi karena stok ikan di negara mereka mulai berkurang," kata Dirjen P2SDKP DKP Aji Sularso dalam diskusi bertajuk Kapal Illegal Fishing, ditenggelamkan?, di Gedung DKP, Jakarta Pusat, Senin (5/5).

Dikatakannya ada beberapa penyebab yang membuat aktivitas ilegal tersebut meningkat signifikan. Pertama, menipisnya stok ikan membuat industri pengolahan negara tetangga bertahan. Misalnya saja Filipina yang selama ini dikenal sebagai produsen tuna kaleng nomor satu di dunia.

"Industri pengolahan ikan Filipina mendapatkan sekitar 70% bahan bakunya dari Indonesia. Baik yang ilegal maupun yang legal," cetus dia.

Penyebab kedua, lanjut Aji, area penangkapan ikan di negara lain telah semakin menyusut. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal juga meningkat intensitasnya karena adanya disparitas harga ikan yang tinggi.

"Perbandingannya bisa tiga kali lipat. Sementara kondisi industri perikanan nasional justru terpuruk. Kapasitas yang terpasang hanya 40% dari total kebutuhan bahan baku, " ucapnya.

Dukungan serupa dilontarkan oleh Kepolisian RI (Polri) dan TNI Angkatan Laut (AL). "Kalau menggunakan mekanisme pengadilan, memang prosesnya lama dan hasilnya, belum tentu. Hasil rampasan kapal juga sudah tidak layak pakai. Kalau dihibahkan ke masyarakat juga nggak ada yang terima," kata Diskum Polri Kombes John Hendry.

Diskum TNI AL Lakshma Sunaryo mengatakan hukum internasional memperbolehkan menenggelamkan kapal jika kapal tersebut melarikan diri atau jika kapal tersebut melakukan perlawanan ketika ditangkap.

"Jangan terlalu banyak berpolemik. Teori melulu kan capek. Kalau dengan berbagai macam cara dia tetap mbalelo, kita juga diperbolehkan untuk menembak," kata Sunaryo. (Zhi/Miol/PAB)

Pemerintah Belum Buka Izin Penangkapan Ikan Bagi Asing

Tanggal : 04-02-2008
Sumber:

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/4/pemerintah-belum-buka-izin-penangkapan-ikan-bagi-asing/


Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) belum akan membuka izin penangkapan ikan terhadap kapal asing di perairan Indonesia setelah sejak 2005 dilakukan pelarangan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi di Jakarta, Senin, mengatakan, selama ini Indonesia melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan China, Thailand dan Filipina.

Namun, kerjasama penangkapan ikan dengan ketiga negara itu telah ditutup yakni Filipina pada pertengahan 2006, dengan Thailand pertengahan 2007 dan China akhir 2007.

"Ada klausul yang kita ajukan namun belum bisa diterima mereka. Tak ada kemungkinan kapal asing bisa masuk jika tak mau kerjasama," katanya di sela penandatanganan Kesepakatan kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan, Kepolisian RI dan TNI Angkatan Laut di Jakarta, Senin.

Penandatanganan kesepakatan tentang Standar Operasional dan Prosedur penanganan tindak pidana perikanan di tingkat penyidikan dan pra penuntutan itu dilakukan oleh Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Aji Sularso, Kepala Badan Pembindaan Keamanan (Kaba Binkam) Polri Komjen Pol. Iman Haryatna dan Asisten Operasi Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Moekhlas Sidik.

Sementara menyaksikan pendatangan tersebut yakni Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Staf TNI AL dan Wakapolri.

Freddy mengatakan, salah satu klausul yang diajukan pemerintah yakni perwakilan Indonesia di China, Thailand dan Filipina bisa melakukan pengesahan atau endorsement terhadap izin yang mereka ajukan.

Namun, mereka tidak bersedia melakukan pelaporan di perwakilan RI sehingga sampai kini rencana kerjasama penangkapan ikan dengan ketiga negara tersebut masih ditunda.

"Bagi kami ada yang aneh mengapa mereka tidak mau melakukan kerjasama tersebut. Kami sudah meminta Polri untuk melakukan penyelidikan." katanya.

Selain itu, menurut Freddy, pemerintah juga mengajukan persyaratan agar 40 persen dari armada perikanan asing yang digunakan untuk menangkap ikan di Indonesia di produksi di dalam negeri.

Sebelumnya, perusahaan asing yang melakukan kerjasama penangkapan ikan di perairan Indonesia diizinkan 100 persen armadanya berasal dari negara mereka.

Menteri menyatakan, ketentuan itu untuk menghindari terjadinya manipulasi dokumen kapal karena selama ini sering didapati pemalsuan.

Pukat Harimau Legal, Nelayan Kian Sengsara; Kapal Asing Mencuri Ikan dengan Pukat Harimau

Tanggal : 29 Maret 2008
Sumber : cumakita@yahoogroups.com


Samarinda, Kompas - Kalangan nelayan di Kalimantan Timur meminta pemerintah tak melegalkan penangkapan ikan memakai pukat harimau atau trawl. Pemakaian alat itu akan kian menyengsarakan mereka. Selama ini, meski tanpa izin, kapal pukat harimau sudah banyak yang
beroperasi dan merusak ekosistem di laut.

Ikan hasil tangkap nelayan Kalimantan Timur (Kaltim) semakin sedikit sehingga saat ini banyak nelayan beralih pekerjaan. "Ada 3.000 nelayan dari 6.000 anggota kami yang kini menjadi buruh bangunan atau tukang ojek sepeda motor," kata Rustam, Ketua Persatuan Nelayan Kecil Kota Tarakan, Jumat (28/3).

Kondisi itu berawal dari merajalelanya pukat harimau di pesisir, bahkan muara sungai di perairan utara Kaltim dalam kurun 17 tahun ini. Menurut Ketua Aliansi Masyarakat Nelayan Balikpapan Ilham Jaya, kalau pukat harimau diizinkan, potensi konflik antarnelayan makin besar. "Lagi pula ada peraturan yang secara tegas melarang pemakaian pukat harimau, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang penangkapan ikan serta Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang pelarangan alat tangkap trawl di perairan Indonesia.


Laut dalam

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Isal Wardhana menyebutkan, tak masuk akal usul pemerintah yang membolehkan kapal trawl beroperasi di perbatasan. Di kawasan itu, jaring tak berguna sebab laut amat dalam sehingga ikan-ikan sulit ditangkap. Akhirnya yang dipilih ialah pesisir yang kaya ikan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Khaerani Saleh mengatakan, penangkapan ikan memakai pukat harimau hanya dibolehkan di sekitar Blok Ambalat. Tujuannya, menyaingi nelayan-nelayan Malaysia. Nelayan yang diizinkan adalah dari Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, dan Tarakan.

Mulyono (41), nelayan asal Cilacap, Jawa Tengah, yang telah pindah ke Ambon, Maluku, mengungkapkan, selama 30 tahun menjadi nelayan ia sering melihat kapal-kapal yang menggunakan jaring pukat harimau. Ada juga yang menggunakan pair trawl, dengan jaring ditarik dua kapal. Penggunaan pukat harimau oleh kapal-kapal besar memaksanya berpindah-pindah lokasi penangkapan ikan dari Cilacap, Kalimantan, Sulawesi, Bali hingga Maluku.

Nelayan di Palu, Sulawesi Tengah, mendesak agar pemerintah mengatur dengan jelas wilayah operasi kapal pukat harimau di laut lepas saja. Jika tidak, nelayan tradisional, terutama yang menggunakan perahu kecil, akan dirugikan. "Saya tidak setuju kapal pukat harimau beroperasi di sekitar sini. Namun, kalau aturannya begitu, yang harus diatur adalah wilayahnya, di laut lepas saja, agar kami nelayan yang memakai perahu kecil tidak terganggu dan bisa tetap dapat ikan," ujar Sulham (40), di Pantai Talise, Palu, Jumat sore. Akbar (52), nelayan yang biasa mencari ikan di Teluk Palu dan sekitarnya, juga mengatakan hal serupa. (bro/ang/ren)

Tanggal : 28 Maret 2008
Sumber : cumakita@yahoogroups.com


JAKARTA -- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 06/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (harimau/trawl) di utara perairan Kalimantan Timur dikhawatirkan bakal menimbulkan konflik berkepanjangan. Peraturan itu berpotensi memicu kejahatan perikanan dan meminggirkan nelayan tradisional yang kehidupannya sangat memprihatinkan.

''Meskipun dalam Peraturan Menteri itu disebutkan bahwa penggunaan pukat harimau (trawl) hanya digunakan di daerah tertentu, namun bisa dipastikan justru peraturan itu memicu kembali maraknya penggunakan trawl di berbagai wilayah Indonesia lainnya,'' ujar Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Riza Damanik.

Menurut Riza, upaya pemerintah untuk membuka kembali pengoperasian trawl di perairan Indonesia adalah sebuah langkah mundur. Terutama dalam upaya pemberantasan praktik perikanan ilegal yang disinyalir telah merugikan negara lebih dari 3 miliar dolar AS per tahun. Sebelumnya, trawl dilarang di wilayah perairan Indonesia melalui Keppres No 39/1980 tentang Pelarangan Alat Tangkap Trawl di Perairan Indonesia.
(eye )

Penanganan Terhadap Illegal Fishing Ditingkatkan


Tanggal : 21 Februari 2008
Sumber : http://www.hupelita.com/baca.php?id=44170


Jakarta, Pelita
Perang pemerintah terhadap pelaku illegal fishing selama enam tahun terakhir menunjukkan hasil dan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Selama tahun 2002-2007 kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari kegiatan pengawasan adalah sebesar Rp1,271 triliun.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, mengatakan hal itu saat memberikan sambutan pada kegiatan forum koordinasi tindak pidana di bidang perikanan antara Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), TNI AL dan Polri, di Jakarta, Senin (4/2).

Terbatasnya armada pengawasan (sebanyak 20 unit kapal pengawas DKP pada tahun 2007) tersebut menjadi dasar dilakukannya kegiatan pengawasan secara terpadu antara DKP dengan instansi pengawasan lainnya.

Dalam UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, tepatnya pasal 73 juga menyebutkan instansi yang berwenang melakukan penyidikan terhadap pelaku IUU fishing adalah Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perikanan, TNI AL dan Polri, katanya.

Freddy menjelaskan forum koordinasi di bidang tindak pidana perikanan penting dalam rangka meningkatkan kualitas pengawasan guna mengantisipasi semakin meningkatnya pelaku illegal fishing dan kerusakan lingkungan di bidang kelautan dan perikanan.

Saat ini situasi penegakan hukum berjalan kurang optimal, sehingga perlu dirumuskan kiat pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif, efisien, rasional dan terintegrasi dengan berbagai sistem pengawasan yang ada.

Salah satunya adalah melalui penandatanganan kesepakatan bersama dokumen Standard Operation Procedur (SOP) dalam penanganan tindak pidana perikanan antara tiga instansi, yaitu DKP, TNI AL dan Polri.

Keberadaan SOP untuk menjamin keseragaman dan kepastian hukum bagi penyidik dalam menangani perkara tindak pidana perikanan secara tepat dan tepat, mulai dari proses penyidikan hingga proses prapenuntutan.

Upaya ini merupakan langkah maju dalam meningkatkan koordinasi dan keseragaman dalam penanganan tindak pidana perikanan.
Karena penanganan illegal fishing tidak hanya menjadi tanggung jawab satu instansi, tetapi harus dilakukan secara terintegrasi dan terpadu antardepartemen atau instansi terkait maupun dukungan dari masyarakat.

Menurut Freddy, Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomis yang sangat tinggi dan berperan secara siginifikan dalam pembangunan ekonomi nasional.

Pembangunan kelautan dan perikanan selama ini dirasakan telah memberikan manfaat dan kontribusi penting bagi peningkatan devisa, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja.

Mafia Ekonomi Coba Hancurkan Indonesia


Tahun 2006

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=126264

Penulis: Sidik Sukandar

JAKARTA--MIOL: Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menduga ada mafia yang sengaja menghacurkan Indonesia dari sisi ekonomi. Mereka memiliki dana triliunan rupiah dan berani membayar mahal orang Indonesia untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.


Menurut, Freddy hal tersebut dapat dilihat dari makin maraknya kasus illegal fishing (pencurian ikan) dengan menggunakan kapal-kapal besar, serta kembali terjadinya kasus pencurian pasir laut yang diduga dilakukan oleh kontraktor asing bekerjasama dengan pengusaha Indonesia.


"Mafia itu saya duga didalangi oleh negara tertentu yang sengaja ingin menghncurkan Indonesia dari sisi ekonomi. Mereka tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam. Mereka khawatir jika Indonesia kuat akan menjadi ancamannya," kata Freddy di Jakarta, Minggu (4/3).


Belum lama ini, Indonesia berhasil menangkap dua kapal besar berbendera China, yakni kapal Fu Yuang Yu F68 dan Jong Liong dengan bobot 1.936 grosston (GT) per kapal. Saat ditangkap kapal itu masing-masing memuat 1.400 ton ikan dan 1.300 ton ikan hasil curian di perairan Indonesia. Mereka menangkap ikan di perairan Arafura. Dari dua kapal ini kerugian negara ditaksir mencapai sekitar Rp50 miliar.


Sebenarnya, kata dia, ada 10 kapal ikan besar milik China yang saat itu melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Namun yang berhasil ditangkap hanya dua, sedangkan kapal lainya berhasil lolos sebagian besar ke Australia.


Dua kapal tersebut, kata dia, saat ini sudah ditarik ke Pondok Dayung, Jakarta untuk diproses hukum. Diharapkan para sindikatnya bisa dibongkar secara menyeluruh.


Selain kapal China, juga ditangkap kapal lokal yakni KM Bahari Makmur karena melakukan pelanggaran pemindahan ikan di tengah laut yang diduga akan diselundupkan ke luar negeri.


Tadinya, Freddy, mengira hanya kapal-kapal ikan saja yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi berdasarkan informasi yang layak dipercaya ternyata ada kapal tanker berbobot 20.000 GT yang berada di jalur perairan Internasional.


Tanker ini mensuplai bahan bakar untuk kapal-kapal China yang melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. "Informasi tersebut A1. Sehingga saya simpulkan bahwa hal tersebut merupakan tindakan kriminal yang terorganisasi," tegasnya.


Mafia tersebut, kata Freddy, bisa masuk kesemua lini dan berani membayar bahal orang-orang lndonesia untuk bekerjasama. Sebagai contoh kembali maraknya mencurian pasir laut di kepulauan Riau yang pelakunya diduga 7 kontraktor asing bekerjama dengan pengusaha Indonesia. Pasir itu dibawa ke Singapura untuk reklamasi wilayahnya.


Untuk kasus pasir laut ini, kata dia, dari sisi ekonomi maupun politik jelas merugikan sekaligus ancaman bagi Indonesia. Apalagi semua orang tahu bahwa Singapura adalah "antek"-nya Amerika.


Dengan direklamasinya Singapura, kapal-kapal perang AS akan bisa berlabuh atau bersandar di sana. "Ini ancaman besar bagi Indonesia," ungkapnya.


Untuk menghadapi masalah serius itu, menurut Freddy, pemerintah Indonesia harus menghadapinya dengan sistematis. Semua institusi hukum harus kompak dan bersatu menghadapi mereka. Beberapa hari lalu, Departemen Kelautan dan Perikanan sudah melakukan pertemuan dengan instansi terkait, yakni Polri, TNI Angkatan Laut dan Kejaksaan Agung untuk membahas masalah tersebut.


"Kita perlu bicara bersama untuk menyatukan langkah. Karena yang kita hadapi ini adalah pelaku tindak kriminal yang terorganisasi dengan sangat rapi dan mempunyai dana triliunan. Mereka sudah bergerak hampir 30 tahun," ujarnya.


Menurut Freddy, untuk membongkar dan 'menghabisi' mafia tidak ada jalan lain kecuali adanya kekompakan tim penegak hukum di Indonesia yang tentunya dibantu masyarakat. "Saya yakin bisa membongkar mafia itu. Dengan kekompakan, keterpaduan semua intansi penegak hukum, kita bisa bongkar dan habisi mafia itu," tegasnya.

TNI AL TANGKAP 2 KAPAL THAILAND


Tanggal : 20 Februari 2008

Sumber : http://www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=113012006117621



Dua kapal nelayan berbendera
Thailand yang diketahui melakukan pencurian ikan atau illegal fishing di laut Natuna ditangkap KRI Imam Bonjol, Senin (11/2) lalu. Kedua kapal nelayan Thailand tersebut yakni KM Langka 10 dan KM Bali 05.


”Kapal nelayan itu ditangkap di posisi 04 derajat 05 menit 10 detik Lintang Utara dan 105 derajat 15 menit 00 detik Bujur Timur. ABK kedua kapal saat tertangkap sedang menangkap ikan di perairan Natuna,’’ kata Komandan Pangkalan Utama Angkatan laut (Lantamal) IV Tanjungpinang, Laksamana Pertama TNI Marsetio, MM melalui Staf Intelijen Paban Penerangan Lantamal IV Tanjungpinang, Mayor Laut (KH) Ainur R Fasaf, Senin (18/2).

Mayor Laut (KH) Ainur R Fasaf menjelaskan, penangkapan kedua kapal asing yang melakukan illegal fishing tersebut bermula dari adanya perkelahian antar nahkoda KM Krisda II dengan anak buah kapalnya. ”Akhirnya kapal tersebut terdampar di perairan Dabosingkep. Kondisi nahkoda terluka parah, satu ABK meninggal dunia,’’ terangnya.

Pihak TNI AL langsung memeriksa seluruh ABK KM Krisda II sekaligus dimintai keterangan. Dari hasil keterangan tersebut akhirnya diketahuilah keberadaan KM Langka 10 dan KM Bali 5 yang sedang mencuri ikan di Laut Natuna.
TNI AL pun tak membuang kesempatan dan langsung menuju titik kordinat yang diberikan oleh ABK Krisda II.

Benar saja, ketika TNI AL turun ke lokasi, kedua kapal ditemukan sedang mencuri ikan. Kedua kapal itu pun langsung ditangkap. Dari hasil pemeriksaan sementara KM Langka 10 telah mendapatkan ikan sekitar 2,5 ton dan KM Bali 05 sekitar 3 ton ikan campur. ”Di KM Langka 10 ada 10 AKB dan nakhodanya Mr. Simon. Pemiliknya PT Mutiara Gading Timur. Sedangkan KM Bali 05 memiliki GT 65,55 dinakhodai Mr. Hom dengan ABK sekitar 13 orang. Kapal ini tercatat milik PT Kresna Mandiri,’’ tegasnya.

Menurut Mayor Laut (KH) Ainur R Fasaf, kedua kapal tersebut diketahui juga tak memiliki izin dan dokumen yang sah.
Pasalnya, Indonesia dan Thailand telah menghentikan kerja sama penangkapan ikan September 2007 lalu. Jadi dokumen yang mereka tunjukkan saat diperiksa itu kemungkinan palsu.

”Akibat pencurian yang mereka lakukan, negara dirugikan milyaran rupiah. Saat ini, kedua kapal diamankan di dermaga Yos Sudarso Mako Lantamal IV Batu Hitam, Tanjungpinang, untuk diproses lebih lanjut,’’ pungkasnya.

DANLANAL PONTIANAK ANCAM TENGGELAMKAN KAPAL ASING PENCURI IKAN


Tahun 2006
Sumber : http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7478


Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Pontianak, Letnan Kolonel Laut (S) Taufik Harun, mengancam akan menenggelamkan kapal motor (KM) asing yang kedapatan melakukan "illegal fishing" (pencurian ikan) di wilayah laut Kalimanatn Barat, untuk memberikan efek jera kepada pelaku pencurian dan pemilik usaha tersebut.


"Kami tidak akan segan-segan untuk menenggelamkan kapal yang sedang melakukan pencurian ikan di wilayah laut Kalbar. Bila perlu kapal itu dibakar saja," kata Taufik Harun kepada wartawan, di Pontianak, Senin.

Ia mengatakan, efek jera perlu sekali diberikan kepada pelaku pencurian ikan, karena kalau tidak diberikan sanksi yang tegas maka setelah dilepaskan mereka (nelayan-red) akan melakukan aktifitas itu lagi.

"Selain itu kami sudah bosan dan jenuh mengurus nelayan yang sedang menunggu proses pemulangan ke negara asalnya. Terutama nelayan asal Thailand, karena saya melihat kedutaan mereka sangat tidak peduli dengan warganya," katanya.

Tahun 2006 saja, TNI-AL masih menampung sekitar 52 orang ABK asal Thailand yang harus diberi makan setiap hari. "Belum lagi risiko penularan virus HIV/AIDS (human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome) yang rata-rata ABK dari Thailand adalah pengidap virus tersebut," ujar Taufik Harun.

Ia menambahkan, selama ini kawasan perairan Kalbar dinilai relatif aman dari praktek pencurian ikan, karena TNI-AL seminggu sekali rutin melakukan patroli di titik-titik yang dinilai banyak kendungan ikannya.

"Ternyata nelayan Thailand memanfaatkan kelengahan kita sewaktu angin utara sangat kencang yang menimbulkan gelombang sekitar 4 - 5 meter yang membuat nelayan takut untuk melaut," ujarnya berang.

Sepanjang tahun 2006 TNI-AL Pontianak berhasil menangkap tiga buah kapal illegal asing (KIA) yang sedang melakukan aktifitas pencurian ikan di kawasan Kalbar. Tiga kapal asing yang berhasil diamankan yaitu, kapal motor (KM) Thanh Long asal Vietnam, Thanh Lan asal Vietnam, dan KM KIA SF 2 asal Thailand.

"Dua kapal asal Vietnam sudah diputus dan dijadikan barang rampasan untuk negara, sementara untuk kapal asal Thailand sedang dalam proses sidang," katanya.

Sementara untuk kapal motor ikan asal Indonesia (KII) yang berhasil ditangkap sepanjang tahun 2006 sebanyak sembilan kasus. "Rata-rata kapal motor asal Indonesia tersebut melakukan pelanggaran di bidang illegal fishing dan illegal logging, dan membawa barang bekas dari negara luar (pakaian lelong)," tambah Taufik Harun.

Selain pelanggaran tersebut, kebanyakan nelayan melanggar aturan seperti menggunakan bom ketika mencari ikan di laut, menggunakan jaring yang tidak sesuai dengan izin yang dimiliki, mencuri cagar budaya (harta karun).

Sumber: ANTARA

Dari Operasi Gabungan Ilegal Fishing, Berhasil Gulung Pelaku

Tanggal : 20 Februari 2008
Sumber : http://www.kendariekspres.com/news.php?newsid=1163

Maraknya pelaku (pemboman ikan) illegal fishing di Kabupaten Buton selama ini terutama di daerah Mawasangka dan sekitarnya tentu saja sangat merugikan. Karena itu, untuk mengantisipasi agar illegal fishing tidak terus menjamur di Kabupaten Buton maka Pemkab Buton melalui


Dinas Kelautan dan Perikanan bersama KPA Coremap II membentuk tim operasi gabungan collaborative MCS Coremap II Buton yang terdiri dari unsure Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton Pol Airud dan Pos TNI AL untuk melakukan operasi di perairan pesisir Kecamatan Lakudo, Mawasangka Timur, Mawasangka Tengah dan Mawasangka.

Gerak operasi tim gabungan collaborative MCS Coremap II Buton dimulai pada hari Kamis (17/5) pada pukul 20 45 yang ditandai dengan pelepasan tim oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton Rahim Udu SE. Dengan menumpang speed boat berbobot 5 GT dan berkekuatan 80 PK milik Coremap II Buton, tim gabungan bergerak dari dermaga Fery Bau-bau menuju lokasi sasaran operasi untuk melakukan pengintaian terhadap pelaku illegal fishing yang berindikasi pemboman, pembiusan, penggunaan alat tangkap terlarang. Namun pada hari pertama pengintaian di sasaran operasi belum ada yang mencurigakan.

Usaha tim gabungan MCS Coremap II menurut coordinator MCS Coremap II Kabupaten Buton Madina Hasmar S Pi tidaklah sia-sia sebab pada keesokan harinya Jumat (18/5) pelakukan illegal fishing di perairan pesisir wilayah Lakudo dan Mawasangka berhasil digulung. Namun sebelumnya, telah pengintaian dengan melakukan penyisiran aktivitas nelayan di perairan tanailando.

Pada penyisiran di perairan tanailando sekitar pukul 10 00 wita tim operasi gabungan collaborative MCS Coremap II Buton mencurigai aktivitas sebuah perahu nelayan yang sedang beraktivitas menangkap ikan di perairan tanailando sehingga tim mengarahkan haluan speed boad menuju perahu motor nelayan dan berhasil mendapatkan indikasi aktivitas pemboman ikan oleh 3 orang nelayan. Sehingga, speed boad tim langsung menyambar dan menghampiri perahu nelayan pelaku pemboman ikan dimana aktivitas seorang nelayan diatas perahu motor sedang mengatur dan mengendalikan kegiatan sementara 2 orang lainnya sedang melakukan kesibukan mengatur proses penyelaman bawah air pasca pemboman untuk mengambil ikan hasil tangkapan.

Meski sempat melakukan perlawanan terhadap tim operasi gabungan, akan tetapi berkat kesiagaan dan kelihaian tim maka pelaku illegal fishing berhasil menyerahkan diri dan tidak membuat perlawanan lagi. Usai melakukan penangkapan, tim menggeledah perahu motor nelayan dan menemukan barang bukti berupa botol kreating daeng, pupuk, 1 buah kompresor, peralatan selam, beberapa detonator, korek api, selang plastic, panah ikan, ikan tembang sekitar 700 kg. Sedangkan pelakunya yakni Siddo (37 th), Karma (25 th) dan Tawi (30 th) yang beralamat di Wajo Tapi-Tapi Kecamatan Parigi Kabupaten Muna berikut barang bukti dilaporkan ke Polsek Mawasangka.

Pasca penangkapan dan setelah tim masing-masing melaporkan hasilnya ke tingkat atas, maka selanjutnya dilakukan reka ulang yang dilaksanakan pada 22 Mei 2007 bersama petugas Polsek Mawasangka dan nelayan pelaku pemboman menuju dermaga fery Mawasangka untuk pelaksanaan reka ulang yang berjalan mulus. Kemudian, selaku pelapor yang diwakili oleh coordinator MCS Coremap II Buton menandatangani berkas BAP kejadian sebagai pihak pelapor...

75% Terumbu Karang di Wilayah Sulsel Hancur


Tahun 2007
Sumber : http://dplhk.makassarkota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=44


Dari sejumlah sumberdaya pesisir yang dimiliki Sulawesi Selatan, khususnya terumbu karang, sebagian besar atau sekitar 75 persen diantaranya telah hancur.

Hal itu mengemuka dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Gedung DPRD Sulsel, Rabu. Menurut salah seorang peneliti dari Pusat Penelitian terumbu Karang di Universitas Hasanuddin Makassar, Dr. Budimawan, pada umumnya, kerusakan ekosistem laut tersebut hancur akibat ledakan bom.

Beberapa nelayan senang menangkap ikan dengan cara melakukan pemboman sehingga sejumlah habitat lainnya yang berada di sekitar kawasan lokasi pengeboman para nelayan tersebut hancur.

Sementara itu, sejumlah ekosistem laut lainnya, seperti terumbu karang masih ada yang diselamatkan, itupun karena lokasinya berada di daerah pesisir yang dilindungi pemerintah sehingga agak menyulitkan bagi para nelayan untuk mencari nafkah kehidupan di sekitar lokasi tersebut.

Menurut Budimawan, bila pemerintah setempat melakukan upaya pembiaran, dikhawatirkan keberlangsungan ekosistem laut akan punah. Sebab itu, upaya Ranperda yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir ini, dapat mencegah terjadinya kerusakan habitat laut yang juga diyakini akan berdampak pada kehidupan sekitarnya, khususnya para nelayan.

Pasalnya, wilayah pesisir Sulsel ini, telah membentuk budaya tradisional masyarakat yang telah berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun dengan mengelola sumberdaya pesisir yang mencakup berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan sebagai sumber protein hewani, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria.

Selain itu, wilayah pesisir tersebut juga menyediakan sumberdaya ekonomi untuk kegiatan perdagangan dan industri, sumber mineral, sumber energi, minyak dan gas bumi serta bahan-bahan tambang lainnya.

Namun saat ini lanjut Budimawan, potensi sumberdaya pesisir secara alamiah itu, telah mengalami degradasi ekosistem terutama populasi ikan dan biota lainnya yang cukup terdapat di dalamnya sebagai akibat dari dampak laju pertumbuhan penduduk, kegiatan pembangunan fisik, peningkatan sampah organik dan anorganik serta kegiatan-kegiatan illegal dalam industri perikanan, pertambangan dan pembalakan.

Budimawan juga menilai bahwa peningkatan konsumsi dan pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berlebihan ini, tanpa mempertimbangkan aspek pelestarian lingkungannya, akan semakin menurunkan daya lingkungan dan nilai serta keberadaan potensi sumberdaya pesisir, sehingga mengancam potensi ekonomi dan sosial budaya yang terkandung di dalamnya.

Hal ini, lanjutnya, tentu akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat. Masalahnya, sebagian masyarakat lokal yang berdomisili di wilayah pesisir di Sulsel katanya, adalah bermata pencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya pesisir, khususnya kegiatan perikanan sebagai sumber pendapatan utamanya.

Berkurangnya populasi ikan di perairan pesisir akhir-akhir ini, lanjut dosen Unhas ini, mengakibatkan hasil tangkapan nelayan semakin berkurang pula dan membuat nelayan terpaksa mencari ikan pada jarak yang semakin jauh melewati wilayah laut teritorial.

Kondisi ini, katanya, dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan konflik antar nelayan dari daerah lain. Sehingga dengan adanya sistem pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memperoleh hasil tangkapan yang akan meningkatkan taraf hidupnya dan menghindari konflik antar nelayan.

Hal senada dikatakan Kepala Bappeda Propinsi Sulsel Sangkala Ruslan bahwa pengaturan wilayah pesisir ini, perlu dilakukan agar jelas batas wilayah pemanfaatan laut misalnya wilayah pengembangan usaha rumput laut, tempat berlabuhnya kapal-kapal tradisional atau di daerah mana seharusnya nelayan dapat menangkap ikan tanpa harus merusak ekosistem laut lainnya dan terlibat konflik.

Dalam Ranperda tentang wilayah pesisir tersebut, diatur penetapan batas wilayah laut yang menjadi kewenangan masing-masing pemerintah. Penetapan batas wilayah laut ini, katanya, untuk memisahkan yurisdiksi antara dua provinsi yang saling berhadapan, tergantung pada lebar ruang lautan diantara kedua tepi daratan.

Dalam ranperda tersebut dijelaskan bahwa apabila lebar ruang lautan diantara kedua propinsi tersebut melampaui 24 mil laut, maka masing-masing provinsi menetapkan garis batas terluar pada jarak 12 mil laut yang ditarik sejajar dengan garis pangkalnya.

Sedangkan, bila lebar ruang laut diantara kedua provinsi ternyata kurang dari 24 mil laut, maka batas wilayah laut kedua provinsi tersebut ditetapkan melalui penarikan garis tengah yang diukur sama jarak antara garis pangkal sepanjang pantai kedua propinsi itu.

Lautan Ladang Penjarahan


Tanggal : 13 Februari 2008
Sumber: http://kontan-harian.info/index.php?action=view&id=8159&module=newsmodule&src=%40random4638400281bbc


JAKARTA. Banyak penangkap ikan asing ternyata belum memengantongi izin menangkap ikan di perairan Indonesia. Buktinya, pada 2007 lalu, hampir separo (49,7%) kapal perikanan asing yang beroperasi di Indonesia harus berurusan dengan pihak berwajib karena bermasalah saat melakukan penangkapan ikan.


Data di Departemen Kelautan dan Perikanan itu menyebutkan, selama 2007 terdapat 213 kapal perikanan asing yang mereka periksa. Sebanyak 105 kapal dinyatakan bermasalah, di antaranya tidak memiliki izin, bermasalah dalam penggunaan alat tangkap, atau tak memiliki dokumen lengkap. "Banyak pengusaha asing itu belum mematuhi aturan penangkapan ikan kita," ungkap Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan, di kantornya, Selasa (12/2).


Pelanggaran tak hanya dilakukan kapal asing. Kapal lokal pun, Freddy menambahkan, ada yang begitu. Memang, rasionya sangat kecil. Hanya 4,7% dari 1.802 kapal yang diperiksa tahun lalu. "Kebanyakan menyalahgunaan alat tangkap, seperti bom atau obat bius," katanya.


Freddy mengakui, di perairan Indonesia masih banyak praktek ilegal fishing. Bahkan, menurutnya, sebagian besar wilayah perairan merupakan daerah yang rawan dengan pencurian ikan. Sebagian wilayah rawan itu ada di Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, serta perairan Riau. "Laut kita luas dan tidak sebanding dengan tenaga pengawas yang ada," terang Freddy.


Tambah kapal pengawas


Freddy menjelaskan, sejak 2001 hingga 2007 kemarin, pemerintah baru mengoperasikan 38 kapal pengawas, dengan jumlah speedboat hanya 18 unit. Untuk itu, bulan ini, DKP akan menambah 13 speed boat dan langsung menyerahkannya kepada pemerintah daerah pesisir yang kawasan perairannya rawan dengan pencurian ikan.


Rinciannya, dari sebanyak 13 unit speedboat untuk enam kabupaten, yakni Bengkulu Utara, Bulungan di Kalimantan Timur, Bangai di Sulawesi Tengah, Kepulauan Sula di Maluku Utara, serta Asmat dan Yapen Waropen di Papua. Sisanya untuk beberapa Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi serta pangkalan pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP).


Aji Sularso, Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2S DKP) menambahkan, tambahan kapal pengawas sebenarnya mencapai 350 unit. Sayang, anggarannya tak cukup, kebutuhan itu pun belum bisa dipenuhi. "Pemenuhannya secara bertahap," katanya. Akan halnya pengawasan melalui udara memakai Vessel Monitoring System (VMS).


Meski jumlah kapal pengawas terbatas, Freddy mengklaim bahwa selama lima tahun terakhir DKP mampu menyelamatkan negara dari kerugian senilai Rp 1,307 triliun. Tahun lalu, DKP menyelamatkan negara dari rugi Rp 432 miliar dan pada 2006 sebesar Rp 306 miliar.


Atasi Pencurian Ikan, Armada Pengawas yang Kuat Dibutuhkan


Tanggal : 13 Februari 2008
Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/13/eko03.html


Jakarta-Kasus illegal fishing (pencurian ikan) masih marak. Hal itu terlihat dari sejumlah kasus pencurian ikan dengan berbagai modus sebanyak 116 kasus pada tahun 2007. Meski demikian jumlah itu turun dari tahun 2006 sejumlah 139 kasus.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan untuk memberantas pencurian ikan butuh armada yang kuat. Setidaknya, diperlukan 340 unit kapal pengawas untuk penanggulangan dan pemberantasan pencurian ikan.

”Jika dilihat dari jumlah kebutuhan seluruhnya sebetulnya jumlah kebutuhan kapal pengawas itu 340 unit. Permintaan pemda yang memiliki wilayah pesisir dan kasus pencurian ikan sangat banyak, tetapi APBD tidak mencukupi untuk pengadaan speed boat seperti ini,” kata Freddy Numberi, Selasa (12/2), saat penyerahan 13 unit speedboat kapal pengawas kepada enam kabupaten, satu dinas perikanan dan kelautan provinsi, satu Pelabuhan Perikanan Nusantara di Sibolga, dan lima unit pelaksana teknis.

Freddy mengatakan penambahan armada tersebut untuk meningkatkan kemampuan dalam menindak segala kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Tahun ini juga diterapkan operasi pengawasan di darat terutama di pelabuhan pemberangkatan juga patroli laut serta udara melalui bantuan vessel monitoring system (VMS).

Freddy menambahkan saat ini Indonesia dianggap sebagai negara yang paling melanggar dalam pengambilan sirip ikan hiu. Dari seluruh dunia, Indonesia menghasilkan hampir 12 hingga 15 persen sirip ikan hiu.

”Sekarang kita tahu ada sekitar 300 spesies ikan hiu yang ada di Indonesia dan Australia. Kita coba lakukan penyelamatan, karena kita tahu pasti itu (sirip ikan hiu) paling banyak dikirim ke China,” katanya.(naomi siagian)

Kapal Pengawas Pencurian Ikan Ditambah


Selasa, 12 Pebruari 2008
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/02/12/brk,20080212-117365,id.html


TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, mengatakan pihaknya menambah sarana operasional 13 unit kapal speed boat pengawas. Sehingga total kapal ini mencapai 31 unit. Kapal ini akan ditempatkan di enam kabupaten, satu dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, satu Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, dan lima Unit Pelaksana Teknis. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengklaim telah menyelamatkan potensi kerugian negara hingga Rp 1,27 triliun dari aksi perikanan ilegal. Capaian itu adalah hasil pengawasan dan pencegahan perikanan ilegal selama 2002-2007. Menurut data DKP, kerugian yang bisa diselamatkan pada 2002 sebesar Rp 28,66 miliar dan 2007 sudah mencapai Rp 389,37 miliar. Harun Mahbub

DKP TAMBAH 13 UNIT KAPAL PENGAWAS


Tanggal :12 Februari 2008
Sumber: http://postel.depkominfo.go.id/?mod=CLDEPTKMF_BRT01&view=1&id=BRT080212141801&mn=BRT0100%7CCLDEPTKMF_BRT01


Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menambah sebanyak 13 unit kapal operasional jenis speedboat untuk meningkatkan pengawasan pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia yang ditempatkan di enam kabupaten.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada acara serah terima kapal pengawas di kantor Pusat DKP di Jakarta, Selasa (12/2), mengatakan, penambahan armada pengawas dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menindak dan mengurangi tindak perusakan sumber daya kelautan dan perikanan.

Penambahan juga dilakukan untuk peningkatan pengawasan yang lebih ketat dengan menerapkan operasi pengawasannya berupa kombinasi pengawasan di darat, terutama di pelabuhan pemberangkatan serta patroli laut dan udara melalui VSM (Vessel Monitoring System).

Penambahan 13 kapal pengawas tersebut menjadikan DKP selama periode tahun 2000 – 2007 memiliki armada pengawas sebanyak 31 unit kapal pengawas jenis speedboat.

Dalam meningkatkan pengawasan selama tahun 2003 hingga 2007 DKP telah berhasil melakukan perampasan kapal illegal sebanyak 148 kapal, meliputi Sumatera sebanyak 77 kapal, Kalimantan, Maluku dan Papua masing masing sebanyak 28 kapal, Jawa sebanyak 10 kapal, dan Sulawesi sebanyak 5 kapal.

Sedangkan tindak pidana perikanan mengalami penurunan, yaitu sebanyak 91 kasus pada tahun 2003, turun menjadi 48 kasus pada tahun 2007. Perang pemerintah terhadap illegal fishing selama enam tahun terakhir menunjukan hasil, setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Selama tahun 2002 hingga 2007 kerugian yang dapat diselamatkan dari kegiatan pengawasan sebesar Rp1,27 triliun, dengan rincian pertahun, pada tahun 2002 kerugian yang dapat diselamatkan sebesar Rp28,665 miliar, tahun 2003 sebesar Rp95,553 miliar, tahun 2004 sebesar Rp 203,048 miliar, tahun 2005 sebesar Rp 267,545 miliar, tahun 2006 sebesar Rp305,766 miliar dan tahun 2007 sebesar 389,374 miliar. sementara total anggaran Dijen P2SDKP dari tahun 2002- 2007 sebesar Rp 1,2 triliun.

Jenis 13 kapal speedboat tersebut meliputi 7 unit speedboat aluminium ukuran 6,5 meter, 2 unit speedboat fibreglas berukuran 8 meter dan 4 unit speedboat aluminium berukuran 8 meter.
Sementara speedboat pengawas yang diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan secara simbolis ditempatkan di enam kabupaten, satu Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, satu pelabuhan perikanan nusantara Sibolga dan lima unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP).