Tanggal : 10 November 2008
Sumber : Satker PSDKP Kendari. www.p2sdkpkendari. com, Jl. Samudera No. 1 Puday Kendari Sultra, Telp. 0401-395958, 390970 Fax. 0401-395959
Mewartakan berbagai informasi terkait kasus perikanan ilegal (illegal fishing)dan berbagai kompleksitasnya di Indonesia. (DFW Indonesia)
Tanggal : 10 November 2008
Sumber : Satker PSDKP Kendari. www.p2sdkpkendari. com, Jl. Samudera No. 1 Puday Kendari Sultra, Telp. 0401-395958, 390970 Fax. 0401-395959
Tanggal : 3-11-2008
Sumber : Media Indonesia
Isi Berita
Pewaris Tahta Kerajaan Inggris Pangeran Charles menunjukkan perhatian dan dukungan yang besar terhadap upaya pelestarian hutan tropis, yang ditunjukkan dengan kunjungannya ke Indonesia pada awal November 2008 (red goblue: 2 November 2008).
"Salah satu upaya pencegahan "deforestasi" yang mendapat perhatian Pangeran Charles adalah inisiatif restorasi ekosistem di hutan produksi yang dirintis 'Burung Indonesia' di Sumatera," Prof Dr Ani Mardiastuti, Ketua Dewan Perhimpunan Burung Indonesia, Jumat, dalam siaran persnya. Inisiatif itu bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem dan kondisi hutan alam di hutan produksi.
Disebutkan, perhatian Pangeran Charles terhadap upaya pencegahan "deforestasi" itu tak lepas dari hasil evaluasi tim peneliti Inggris yang diketuai oleh Nicholas Stern, yang menyebutkan bahwa perubahan iklim global semakin nyata dan akan berakibat sangat buruk terhadap perekonomian dunia jika tidak ada upaya perbaikan dari sekarang.
Salah satu pemicu terbesarnya adalah "deforestasi" besar-besaran yang terjadi di penjuru dunia, termasuk Indonesia .
Hal ini dipertegas oleh hasil evaluasi lanjutan oleh tim Eliasch, juga dari Inggris, yang dirilis 13 Oktober 2008, yang menyebut bahwa deforestasi benar-benar faktor penting penyumbang pemanasan global yang memicu perubahan iklim global, dan bahwa nilai kerusakan dari perubahan iklim akan bertambah hingga 1 triliun dolar AS jika tidak ada upaya mencegah "deforestasi".
Restorasi ekosistem adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk melawan deforestasi yang tak terbendung, sehingga dapat turut membantu mencegah pemanasan global dan perubahan iklim.
Ani Mardiastuti mengakui, tidak mudah bagi "Burung Indonesia " untuk meyakinkan para pihak dan meraih dukungan untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut. Apalagi, pada saat inisiatif restorasi ekosistem mulai dirintis belum ada payung hukum yang mengakomodasi restorasi hutan produksi.
Melalui kerja sama yang baik, khususnya dengan Departemen Kehutanan, sejak 2004, dan juga dengan dukungan Prince of Wales itu, akhirnya pada awal 2008 Burung Indonesia dan mitra dapat mengantungi izin konsesi restorasi ekosistem pada hutan produksi di Sumatera Selatan untuk 100 tahun.
Konsesi tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan seluas 101.000 hektare yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi pertama restorasi ekosistem di Indonesia . Kawasan tersebut saat ini dikenal sebagai Harapan Rainforest.
Saat ini, Burung Indonesia bersama "Royal Society for the Protections of Birds" (RSPB), organisasi pelestari burung di Inggris, dan BirdLife International terlibat dalam konsorsium pengelolaan bersama Harapan Rainforest.
Kawasan hutan ini teridentifikasi menjadi tempat hidup 287 jenis burung, yang 70 jenis di antaranya terancam punah. Selain itu, hidup pula 58 jenis mamalia, 43 jenis amfibi. Selain itu ada 159 jenis pohon, yang salah satunya berada dalam status rentan (vulnerable) adalah bulian (Eusideroxylon zwageri). (Ant/OL-01) Media Indonesia .
Tanggal : 3-11-2008
Sumber : Siaran Pers JATAM, 3 November 2008
Isi Berita
Jangan adikan Pesisir Jawa Jamban Industri MigasPerairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta tercemar lagi. Minyak mentahsetebal hingga 20 cm menggenangi pantai dan mengepung pulau-pulausekitarnya. Kejadian yang sama terjadi di Indramayu, tahun ini terjadi 2kali perairan laut di Indramayu ditutupi minyak mentah dari KilangBalongan pada 14 September dan 3 Oktober 2008. 28 Oktober lalu, KilangBalongan meledak dan menyebabkan 3 pekerjanya terluka.Di kepulauan Seribu, Kamis lalu (16/10), minyak mentah setebal hingga 20cm menggenangi pantai dan dan mengepung Pulau tikus, Pulau Burung danPulau Payung. Padahal ada 179 Kepala Keluarga menghuni Pulau Pari danPulau Payung. Anehnya, tak diketahui darimana tumpahan minyak iniberasal. CNOOC, perusahaan migas dari Cina yang menambang di sekitarkawasan tersebut, membantah minyak tersebut berasal dari kilangnya.Bantahan-bantahan serupa telah disampaikan berulang-ulang, sejak tahun2003. Sejak perairan Kepulauan Seribu langganan tumpahan minyak.Tercatat, lebih 7 kali terjadi pencemaran minyak, dimana 4 diantaranyaterjadi sepanjang 2003 hingga 2004. Dan empat tahun terakhir, ada 78pulau di kawasan ini tercemar tumpahan minyak. Kawasan ini adalahkawasan pengeran dan juga jalur lalu lalang kapal pengangkut minyak,perusahaan transnasional seperti CNOOC dari China dan BP Java West dariInggris. Anehnya bagaikan hantu, jejak pencemaran ini tak pernah bisadiungkap.Pada pencemaran Desember 2003, Penyidik Pengawai Negeri Sipil LingkunganHidup (PPNSLH) telah memproses berkas perkara kasus ini. Bahkan telahpula ditetapkan tersangka pelaku pencemaran. Namun bagai menyidik hantu,berkas tersebut tidak pernah sampai ke pengadilan dan diproses secara hukum.Bagaimana di Indramayu? Sejak beroperasi Kilang Balongan berulangkalimencemari laut dan pesisir pantai Indramayu. Tak kurang sejak tahun 1997sudah 8 kali pencemaran terjadi baik dari pipa crude oil maupun IPAL.Bahkan, pada tahun 2005, akibat kebocoran IPAL tak kurang 70-an orangharus dirawat inap karena IPAL yang bocor.Kebocoran terakhir kali terjadi akibat bocornya Pipa baru SBM 130,pengangkut minyak mentah. Akibatnya sejumlah tambak dan kawasanrangkapan nelayan kecil tercemar. Sebelumnya pipa SBM 150 yang telahberusia 36 tahun kembali bocor yang menggenangi laut dan pesisir pantaisejauh 15 kilometer.Seperti biasa, upaya yang dilakukan oleh Pertamina dan pemerintah alakadarnya, hanya membersihkan sebaran minyak mentah secara manual olehwarga sekitarnya. Padahal masalah utama seringnya perairan Indramayutercemar karena pipa tua sepanjang 5 mil yang kerap bocor, pipa SBM 130yang belum lama dipasang juga bocor."JATAM mempertanyakan keamanan industri migas di kawasan padat huni danpesisir sekitar Pulau Jawa, yang berkali-kali mengalami kecelakaan danpencemaran minyak. Pemerintah perlu segera melakukan audit keamanankegiatan industri migas di daratan dan perairan Pulau Jawa yang padatpenduduk", ujar Siti Maemunah, Koordinator Nasional JATAM, menanggapisituasi di atas."Pesisir Jawa diperlakukan bagai Jamban. Kinerja Menteri ESDM danMenteri LH kabinet SBY-JK sedemikian buruknya hingga tak mampu menguruskecelakaan migas dan pencemaran berulang – di tempat yang sama. Tak adapelaku diseret ke pengadilan, tak ada perbaikan kebijakan yang bisamencegah pencemaran, apalagi memulihkan kawasan dan penduduk yangterkena pencemaran", tambahnya.Kontak Media: Luluk Uliyah (0815 9480 246)
Tanggal : 2-11-2008
Sumber : http://www.antara. co.id/arc/ 2008/11/2/ 4000-kantong- limbah-diangkat- dari-teluk- jakarta/
Isi Berita
Jakarta (ANTARA News) - Tim pembersih limbah dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mengangkat tumpahan minyak mentah (tarbal) yang mencemari perairan pulau-pulau di wilayah itu dan hingga Minggu sudah mengumpulkan 4.000 kantong minyak mentah.
"Kami sudah menyiapkan sekitar 5.000 kantor untuk mengangkat tarbal, namun sekarang baru 4.000 kantong yang sudah terangkat," kata Kepala Tim Pelaksana Clean Up dari Kepulauan Seribu Sunaryo.
Limbah-limbah minyak mentah itu dikumpulkan dari perairan empat pualu di kepulauan Seribu, yakni Pulau Tidung, Pulau Payung, Pulau Lancang dan Pulau Pari.
Akibatnya pencemaran itu, ikan-ikan di perairan teluk Jakarta banyak yang mati.
Sunaryo mengatakan, 4.000 kantong limbah minyak itu dikumpulkan bersama masyakarat sekitar pulau sejak Kamis lalu.
Ditambahkan Sunaryo, tim pelaksana pembersihan limbah minyak berjumlah 10 personel dengan dibantu warga sekitar pulau. Pembersihan masih dilakukan dengan cara manual, yakni mengumpulkan gumpalan minyak dan dimasukan dalam karung.
"Diharapkan Senin besok sudah bersih," ujarnya.
Sementara Bupati Kepulauan Seribu, Abdul Rachman Andit, membenarkan pencemaran tarbal di wilayahnya.
Menurutnya, hingga saat ini Pemkab Kepulauan Seribu belum dapat memberikan keterangan terkait pihak mana yang akan bertanggung jawab atas pencemaran ini.
Bupati mengutuk pihak yang tidak bertanggung jawab atas pencemaran itu.
Diungkapkan Rachman, akibat pencemaran itu banyak kerugian yang di alami warga Kepulauan Seribu.
"Kita akan usut pencemaran ini sampai tuntas, ini telah merusak ekosistem laut dan sangat merugikan," tegas Bupati. Tarbal yang mencemari perairan Pulau seribu terbanyak berada di pantai Pulau Pari.(*)
Tanggal : 3 November 2008
Sumber : Warta Ekonomi
Tanggal : 28 Oktober 2008
Sumber : www.cenderawasihpo s.com, 28-10-2008)aa chev
MERAUKE-Diduga tidak memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (Sikpi), 4 kapal yang dioperasikan oleh PT Dwi Karya Reksa Abadi di Wanam, Kampung Wogikel, Distrik Illiwayap-Merauke, disita oleh Polisi.
Keempat kapal tersebut masing-masing KMN Nehemia 02 dengan Nahkoda LS (57), KMN Merauke 08 dengan Nahkoda IO (39), KMN Okaba 03 dengan Nahkoda YM (40) dan KMN Wanam dengan Nahkoda AO (48). Keempat Nahkoda tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim penyidik Polda Papua yang tergabung dalam Tim Gabungan Operasi Jaring 2008 yang langsung melakukan penyidikan atas keempat kapal tersebut.
Selasa (27/10) oktober kemarin, berkas keempat tersangka tersebut tersebut diserahkan oleh Tim Penyidik Gabungan Operasi Jaring 2008 yang dipimpin langsung Ipda Sakka, SH sebagai Ketua Tim yang diterima oleh Kajari Merauke Sudiro Husodo, SH. Penyerahan berkas tahap pertama ini, selanjutnya akan dipelajari oleh pihak Kejaksaan Negeri Merauke apakah masih ada kekurangan atau sudah bisa dinyatakan P.21 atau lengkap. ''Selanjutnya akan kita pelajari. Ya kalau nantinya masih ada yang kurang akan kita kembalikan ke penyidik untuk dilengkapi,' ' jelas Kajari.
Dari berkas yang diserahkan tersebut, terungkap bahwa keempat kapal yang dioperasikan oleh PT Dwi Karya Reksa Abadi yang beroperasi di Wanam itu diamankan Polisi saat dilakukan pemeriksaan terhadap 75 unit kapal penangkap ikan yang dioperasikan oleh perusahaan tersebut.
Dari pemeriksaan itu, ditemukan keempat kapal tersebut tidak memiliki Sikpi. Sementara fakta yang dikumpulkan oleh penyidik ditemukan bahwa ada surat izin berlayar dan ada ikan yang diserahkan oleh keempat kapal tersebut ke bagian prosesing yang menandakan bahwa kapal pernah beroperasi meski pada saat itu kapal tidak dalam posisi beroperasi.
''Jadi fakta hukumnya begitu,'' kata Ketua Tim Ipda Sakka yang dicegat Cenderawasih Pos seusai penyerahan 4 berkas tersangka itu.Karena itu, keempat tersangka dikenakan Pasal 94 UU Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Tanggal : 29 September 2008
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/29/0007596/tni.al.tahan.tiga.kapal.ikan.thailand
Batam, Kompas - Pihak TNI Angkatan Laut dari Gugus Tempur Laut Kawasan Armada Barat menahan tiga kapal ikan Thailand yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Meskipun kapal-kapal ikan Thailand sering ditangkap aparat TNI atau Departemen Kelautan dan Perikanan, nelayan lokal tidak pernah dapat memanfaatkan kapal-kapal itu untuk pemberdayaan nelayan lokal.Ketiga kapal ikan Thailand itu ditangkap 22 November oleh KRI Sultan Thaha Saifuddin (STS) dan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Uban, Bintan. Kapal-kapal tersebut adalah KM Chor, KM SF2-299, dan KM Korsin.”Kapal-kapal itu diserahkan ke pihak Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) Tanjung Pinang untuk proses hukum,” kata Komandan Lantamal Tanjung Pinang Brigjen Marinir Lukman Sofyan akhir pekan.Sementara itu, Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Nelayan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri) Tarmizi mengungkapkan, kelompok nelayan lokal tidak dapat memanfaatkan kapal-kapal Thailand yang selama ini ditangkap aparat keamanan.”Kelompok nelayan sulit ikut atau memenangi lelang kapal-kapal itu,” katanya.Pemenang lelang kapal-kapal Thailand itu, lanjut Tarmizi, diduga merupakan perwakilan pemilik kapal Thailand.”Jadi, kapal-kapal itu kemudian beroperasi lagi di perairan Anambas atau Natuna,” katanya. Oleh karena itu, ia meminta aparat penegak hukum ataupun pemerintah memprioritaskan nelayan lokal dalam melakukan lelang kapal Thailand.Menurut Lukman, ketiga kapal yang ditangkap tidak dilengkapi dokumen dan masuk ke perairan Indonesia. Dari pengakuan anak buah kapal kapal Thailand itu, dalam sebulan, kapal bisa beroperasi dua kali. Ia menambahkan, ikan sebanyak 20 ton dari satu kapal dijual ke Thailand senilai 400.000-500.000 baht. Dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 275, nilai penjualan ikan sebanyak 20 ton dari satu kapal Thailand sebesar Rp 110 juta. (FER)
Tanggal : 18 September 2008
Sumber : Milis Illegal Fishing
Isi Berita
Jakarta, Kompas - Indonesia merupakan produsen rumput laut untuk karaginan terbesar di dunia. Namun, saat ini, industri pengolahan rumput laut di negeri ini kritis. Hal tersebut disebabkan tidak adanya riset yang memadai untuk mengembangkan pengolahan rumput laut.
Rumput laut yang banyak dihasilkan Indonesia adalah jenis gracillaria untuk bahan baku agar-agar dan eucheuma cotonii untuk karaginan. Pemanfaatan rumput laut dapat menghasilkan 500 jenis produk komersial, di antaranya karaginan, yang menjadi bahan baku kosmetik, parfum, obat-obatan, dan pasta gigi.
Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Martani Huseini, Rabu (17/9) di Jakarta, mengemukakan, pengolahan rumput laut baru pada pembuatan agar-agar. Adapun pengolahan karaginan baru dalam bentuk setengah jadi, yaitu berupa lembaran (chip) dan bubuk.
Padahal, apabila diolah lebih lanjut, rumput laut dapat menghasilkan nilai tambah relatif tinggi. Misalnya, saat ini harga rumput laut basah Rp 350 per kilogram (kg), tetapi rumput laut kering berbentuk chip harganya bisa Rp 18.000 per kg.
”Riset pengolahan rumput laut dinilai terlalu mahal. Padahal, jika karaginan serius diolah, nilai tambah yang dihasilkan bisa jadi andalan devisa negara,” katanya.
Martani menjelaskan, pihaknya menegosiasi Perancis dan Swedia yang memiliki keunggulan riset teknologi pengolahan rumput laut agar membantu pengembangan teknologi pengolahan rumput laut di Indonesia.
Terhambatnya pengembangan industri rumput laut, menurut Direktur Investasi dan Usaha Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan DKP Farid Ma’ruf, juga karena pasokan rumput laut hasil budidaya ke industri mutunya tidak stabil.
Peningkatan mutu terganjal kesulitan mendapatkan benih unggul. Mutu rumput laut yang tidak memenuhi standar pabrik harganya akan jatuh dan pengolahan pabrik menjadi tidak optimal.
”Soal bahan baku ini tidak merangsang investasi pabrik pengolahan rumput laut,” katanya. Tahun 2007, produksi rumput laut 1,62 juta ton. Volume ekspornya 94.073 ton dengan nilai 57,52 juta dollar AS. (lkt)
Tanggal : 9 Agustus 2008
Sumber : Mukhtar A.Pi
Isi Berita
Menurut salah seorang yang tergabung dalam Forum Illegal Fishing Indonesia Mengatakan masalah IUU Fishing. Sebenarnya sudah menjadi masalah klasik Negara Kita. Kenapa klasik? karena telah ada dari zaman dulu. Akan tetapi hingga sekarang IUU fishing masih sulit untuk di berantas.
Tanggal : 30 Juli 2008
Sumber : Hidup Bersama Risiko Bencana; Website: http://bencana.net; Milis: bencana@googlegroups.com
Tanggal : 15-07-2008
Sumber : http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/238/tim-komisi-iv-dpr-ri-tinjau-kapal-pencuri-ikan-yang-tertangkap-di-maluku
Isi Berita
Tim Komisi IV DPR-RI mengadakan kunjungan lapangan ke Provinsi Maluku pada tanggal 3-5 Juli 2008 bersama Dirjen P2SDKP, DR. Ir. Aji Sularso yang didampingi oleh Direktur Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP, Willem Gasperz.SE,MM dan Kepala Bagian Program Ditjen P2SDKP, Ir. Noor Sidharta MBA.
Kunjungan lapangan Tim Komisi IV DPR-RI terdiri dari 3 orang anggota dewan diantaranya Darmayanto (F-PAN), Drs. H. Ismail Tajuddin (F-PG) dan Ir. Syamsu Hilal (F-PKS). Dalam kunjungan tersebut anggota dewan bersama rombongan DKP meninjau kapal asing di pangkalan Angkatan Laut di Tual yang berhasil ditangkap oleh petugas karena kasus Illegal Fishing.
Sampai dengan pertengahan Tahun 2008 Pemda Provinsi Maluku telah berkoordinasi dengan TNI-AL, Polri dan Petugas Pengawas DKP berhasil menangkap sekitar 20 kapal pencuri ikan yang terdiri dari 15 kapal berbendera asing dan 5 kapal berbendera Indonesia.
Menurut Dirjen P2SDKP, Aji Sularso, Maraknya pencurian ikan di perairan Maluku dikarenakan produk perikanan di wilayah Timur Indonesia sangat diminati oleh Negara lain seperti ikan tuna untuk sashimi yang diminati oleh Jepang, namun demikian penanggulangan Illegal Fishing di Maluku sudah cukup baik berkat adanya koordinasi dengan pihak petugas keamanan dilapangan, tetapi penanganan kasus illegal fishing tersebut seringkali terhambat pada tahap penuntutan dengan berbagai alasan seperti kapal-kapal yang di Ad Hoc dengan biaya mahal terlalu lama bersandar di pelabuhan bahkan ada yang sampai 5 tahun sehingga kapalnya rusak dan tenggelam, dan terkadang hanya di dikenai sangsi administrative saja.
Sementara itu menurut anggota komisi IV DPR-RI bahwa UU No.31 Tentang Perikanan masih ada celah bagi pelaku pencuri ikan untuk bebas tanpa hukuman berat padahal Indonesia sangat dirugikan hingga lebih dari 30 trilliun rupiah per tahunnya akibat adanya Illegal Fishing, oleh sebab itu UU tersebut perlu di revisi.
Tanggal : 9 Juni 2008
Sumber : Berita Fajar
Mapalhi Takalar Mengecam
Laporan: Ramah Praeska, Takalar
TAKALAR - Masyarakat nelayan di Pulau Tanakeke Desa Maccini Baji, Kecamatan Mappakasunggu, mengeluhkan maraknya aksi pengeboman ikan yang dilakukan nelayan dari luar daerah. Aksi tersebut bukan cuma sekali tapi setiap hari.Akibatnya, nelayan lokal kesulitan mendapatkan ikan lantaran sudah dimusnahkan menggunakan bom ikan racikan nelayan tak bertanggungjawab. Seorang nelayan di Tanakeke, Dg Nyala, 55, mengeluhkan maraknya pengeboman ikan itu karena merugikan para nelayan.
"Penghasilan kami bisa-bisa tidak ada lagi karena dimusnahkan oleh oknum nelayan dari luar yang tak bertanggungjawab. Aparat terkait mestinya turun tangan dan jangan membiarkan aksi itu berlangsung," keluhnya kepada Fajar via telepon, Kamis 19 Juni. Maraknya aksi pengeboman ikan di Tanakeke, mendapat kecaman dari Masyarakat Pencinta Lingkungan Hidup (Mapalhi) Takalar. Melalui Direktur Eksekutifnya, Muh Faisal DM, aksi itu dinilai sudah merusak lingkungan atau biota laut. "Pengeboman yang dilakukan nelayan tersebut sudah merusak terumbu karang dan juga mematikan populasi ikan. Mudahnya aksi itu terjadi, karena lemahnya pengawasan dari aparat kepolisian," kecamnya di kantor bupati, Kamis kemarin. Faisal meminta aparat Polres Takalar dan juga pemkab supaya mengintensifkan pengawasan dan pengamanan di Pelabuhan Tanakeke. Aksi pengeboman ikan itu diminta tidak lagi terulang di masa mendatang. (ram)
Tanggal : 05 Mei 2008
Sumber : http://pab-indonesia.com/web/content/view/12349/9/
JAKARTA - Selama kuartal pertama tahun 2008, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menangkap 130 kapal yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
Jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp322,41 miliar.
"Intensitas kegiatan penangkapa ilegal sangat tinggi dalam beberapa bulan ini. Eksodus kapal asing terjadi karena stok ikan di negara mereka mulai berkurang," kata Dirjen P2SDKP DKP Aji Sularso dalam diskusi bertajuk Kapal Illegal Fishing, ditenggelamkan?, di Gedung DKP, Jakarta Pusat, Senin (5/5).
Dikatakannya ada beberapa penyebab yang membuat aktivitas ilegal tersebut meningkat signifikan. Pertama, menipisnya stok ikan membuat industri pengolahan negara tetangga bertahan. Misalnya saja Filipina yang selama ini dikenal sebagai produsen tuna kaleng nomor satu di dunia.
"Industri pengolahan ikan Filipina mendapatkan sekitar 70% bahan bakunya dari Indonesia. Baik yang ilegal maupun yang legal," cetus dia.
Penyebab kedua, lanjut Aji, area penangkapan ikan di negara lain telah semakin menyusut. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal juga meningkat intensitasnya karena adanya disparitas harga ikan yang tinggi.
"Perbandingannya bisa tiga kali lipat. Sementara kondisi industri perikanan nasional justru terpuruk. Kapasitas yang terpasang hanya 40% dari total kebutuhan bahan baku, " ucapnya.
Dukungan serupa dilontarkan oleh Kepolisian RI (Polri) dan TNI Angkatan Laut (AL). "Kalau menggunakan mekanisme pengadilan, memang prosesnya lama dan hasilnya, belum tentu. Hasil rampasan kapal juga sudah tidak layak pakai. Kalau dihibahkan ke masyarakat juga nggak ada yang terima," kata Diskum Polri Kombes John Hendry.
Diskum TNI AL Lakshma Sunaryo mengatakan hukum internasional memperbolehkan menenggelamkan kapal jika kapal tersebut melarikan diri atau jika kapal tersebut melakukan perlawanan ketika ditangkap.
"Jangan terlalu banyak berpolemik. Teori melulu kan capek. Kalau dengan berbagai macam cara dia tetap mbalelo, kita juga diperbolehkan untuk menembak," kata Sunaryo. (Zhi/Miol/PAB)
Tanggal : 04-02-2008
Sumber:
http://www.antara.co.id/arc/2008/2/4/pemerintah-belum-buka-izin-penangkapan-ikan-bagi-asing/
Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) belum akan membuka izin penangkapan ikan terhadap kapal asing di perairan Indonesia setelah sejak 2005 dilakukan pelarangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi di Jakarta, Senin, mengatakan, selama ini Indonesia melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan China, Thailand dan Filipina.
Namun, kerjasama penangkapan ikan dengan ketiga negara itu telah ditutup yakni Filipina pada pertengahan 2006, dengan Thailand pertengahan 2007 dan China akhir 2007.
"Ada klausul yang kita ajukan namun belum bisa diterima mereka. Tak ada kemungkinan kapal asing bisa masuk jika tak mau kerjasama," katanya di sela penandatanganan Kesepakatan kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan, Kepolisian RI dan TNI Angkatan Laut di Jakarta, Senin.
Penandatanganan kesepakatan tentang Standar Operasional dan Prosedur penanganan tindak pidana perikanan di tingkat penyidikan dan pra penuntutan itu dilakukan oleh Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Aji Sularso, Kepala Badan Pembindaan Keamanan (Kaba Binkam) Polri Komjen Pol. Iman Haryatna dan Asisten Operasi Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Moekhlas Sidik.
Sementara menyaksikan pendatangan tersebut yakni Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Staf TNI AL dan Wakapolri.
Freddy mengatakan, salah satu klausul yang diajukan pemerintah yakni perwakilan Indonesia di China, Thailand dan Filipina bisa melakukan pengesahan atau endorsement terhadap izin yang mereka ajukan.
Namun, mereka tidak bersedia melakukan pelaporan di perwakilan RI sehingga sampai kini rencana kerjasama penangkapan ikan dengan ketiga negara tersebut masih ditunda.
"Bagi kami ada yang aneh mengapa mereka tidak mau melakukan kerjasama tersebut. Kami sudah meminta Polri untuk melakukan penyelidikan." katanya.
Selain itu, menurut Freddy, pemerintah juga mengajukan persyaratan agar 40 persen dari armada perikanan asing yang digunakan untuk menangkap ikan di Indonesia di produksi di dalam negeri.
Sebelumnya, perusahaan asing yang melakukan kerjasama penangkapan ikan di perairan Indonesia diizinkan 100 persen armadanya berasal dari negara mereka.
Menteri menyatakan, ketentuan itu untuk menghindari terjadinya manipulasi dokumen kapal karena selama ini sering didapati pemalsuan.
Tanggal : 29 Maret 2008
Sumber : cumakita@yahoogroups.com
Samarinda, Kompas - Kalangan nelayan di Kalimantan Timur meminta pemerintah tak melegalkan penangkapan ikan memakai pukat harimau atau trawl. Pemakaian alat itu akan kian menyengsarakan mereka. Selama ini, meski tanpa izin, kapal pukat harimau sudah banyak yang
beroperasi dan merusak ekosistem di laut.
Ikan hasil tangkap nelayan Kalimantan Timur (Kaltim) semakin sedikit sehingga saat ini banyak nelayan beralih pekerjaan. "Ada 3.000 nelayan dari 6.000 anggota kami yang kini menjadi buruh bangunan atau tukang ojek sepeda motor," kata Rustam, Ketua Persatuan Nelayan Kecil Kota Tarakan, Jumat (28/3).
Kondisi itu berawal dari merajalelanya pukat harimau di pesisir, bahkan muara sungai di perairan utara Kaltim dalam kurun 17 tahun ini. Menurut Ketua Aliansi Masyarakat Nelayan Balikpapan Ilham Jaya, kalau pukat harimau diizinkan, potensi konflik antarnelayan makin besar. "Lagi pula ada peraturan yang secara tegas melarang pemakaian pukat harimau, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang penangkapan ikan serta Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang pelarangan alat tangkap trawl di perairan Indonesia.
Laut dalam
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Isal Wardhana menyebutkan, tak masuk akal usul pemerintah yang membolehkan kapal trawl beroperasi di perbatasan. Di kawasan itu, jaring tak berguna sebab laut amat dalam sehingga ikan-ikan sulit ditangkap. Akhirnya yang dipilih ialah pesisir yang kaya ikan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Khaerani Saleh mengatakan, penangkapan ikan memakai pukat harimau hanya dibolehkan di sekitar Blok Ambalat. Tujuannya, menyaingi nelayan-nelayan Malaysia. Nelayan yang diizinkan adalah dari Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, dan Tarakan.
Mulyono (41), nelayan asal Cilacap, Jawa Tengah, yang telah pindah ke Ambon, Maluku, mengungkapkan, selama 30 tahun menjadi nelayan ia sering melihat kapal-kapal yang menggunakan jaring pukat harimau. Ada juga yang menggunakan pair trawl, dengan jaring ditarik dua kapal. Penggunaan pukat harimau oleh kapal-kapal besar memaksanya berpindah-pindah lokasi penangkapan ikan dari Cilacap, Kalimantan, Sulawesi, Bali hingga Maluku.
Nelayan di Palu, Sulawesi Tengah, mendesak agar pemerintah mengatur dengan jelas wilayah operasi kapal pukat harimau di laut lepas saja. Jika tidak, nelayan tradisional, terutama yang menggunakan perahu kecil, akan dirugikan. "Saya tidak setuju kapal pukat harimau beroperasi di sekitar sini. Namun, kalau aturannya begitu, yang harus diatur adalah wilayahnya, di laut lepas saja, agar kami nelayan yang memakai perahu kecil tidak terganggu dan bisa tetap dapat ikan," ujar Sulham (40), di Pantai Talise, Palu, Jumat sore. Akbar (52), nelayan yang biasa mencari ikan di Teluk Palu dan sekitarnya, juga mengatakan hal serupa. (bro/ang/ren)
Tanggal : 28 Maret 2008
Sumber : cumakita@yahoogroups.com
''Meskipun dalam Peraturan Menteri itu disebutkan bahwa penggunaan pukat harimau (trawl) hanya digunakan di daerah tertentu, namun bisa dipastikan justru peraturan itu memicu kembali maraknya penggunakan trawl di berbagai wilayah Indonesia lainnya,'' ujar Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Riza Damanik.
Menurut Riza, upaya pemerintah untuk membuka kembali pengoperasian trawl di perairan Indonesia adalah sebuah langkah mundur. Terutama dalam upaya pemberantasan praktik perikanan ilegal yang disinyalir telah merugikan negara lebih dari 3 miliar dolar AS per tahun. Sebelumnya, trawl dilarang di wilayah perairan Indonesia melalui Keppres No 39/1980 tentang Pelarangan Alat Tangkap Trawl di Perairan Indonesia.
(eye )
JAKARTA--MIOL: Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menduga ada mafia yang sengaja menghacurkan Indonesia dari sisi ekonomi. Mereka memiliki dana triliunan rupiah dan berani membayar mahal orang Indonesia untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Menurut, Freddy hal tersebut dapat dilihat dari makin maraknya kasus illegal fishing (pencurian ikan) dengan menggunakan kapal-kapal besar, serta kembali terjadinya kasus pencurian pasir laut yang diduga dilakukan oleh kontraktor asing bekerjasama dengan pengusaha Indonesia.
"Mafia itu saya duga didalangi oleh negara tertentu yang sengaja ingin menghncurkan Indonesia dari sisi ekonomi. Mereka tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam. Mereka khawatir jika Indonesia kuat akan menjadi ancamannya," kata Freddy di Jakarta, Minggu (4/3).
Belum lama ini, Indonesia berhasil menangkap dua kapal besar berbendera China, yakni kapal Fu Yuang Yu F68 dan Jong Liong dengan bobot 1.936 grosston (GT) per kapal. Saat ditangkap kapal itu masing-masing memuat 1.400 ton ikan dan 1.300 ton ikan hasil curian di perairan Indonesia. Mereka menangkap ikan di perairan Arafura. Dari dua kapal ini kerugian negara ditaksir mencapai sekitar Rp50 miliar.
Sebenarnya, kata dia, ada 10 kapal ikan besar milik China yang saat itu melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Namun yang berhasil ditangkap hanya dua, sedangkan kapal lainya berhasil lolos sebagian besar ke Australia.
Dua kapal tersebut, kata dia, saat ini sudah ditarik ke Pondok Dayung, Jakarta untuk diproses hukum. Diharapkan para sindikatnya bisa dibongkar secara menyeluruh.
Selain kapal China, juga ditangkap kapal lokal yakni KM Bahari Makmur karena melakukan pelanggaran pemindahan ikan di tengah laut yang diduga akan diselundupkan ke luar negeri.
Tadinya, Freddy, mengira hanya kapal-kapal ikan saja yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi berdasarkan informasi yang layak dipercaya ternyata ada kapal tanker berbobot 20.000 GT yang berada di jalur perairan Internasional.
Tanker ini mensuplai bahan bakar untuk kapal-kapal China yang melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. "Informasi tersebut A1. Sehingga saya simpulkan bahwa hal tersebut merupakan tindakan kriminal yang terorganisasi," tegasnya.
Mafia tersebut, kata Freddy, bisa masuk kesemua lini dan berani membayar bahal orang-orang lndonesia untuk bekerjasama. Sebagai contoh kembali maraknya mencurian pasir laut di kepulauan Riau yang pelakunya diduga 7 kontraktor asing bekerjama dengan pengusaha Indonesia. Pasir itu dibawa ke Singapura untuk reklamasi wilayahnya.
Untuk kasus pasir laut ini, kata dia, dari sisi ekonomi maupun politik jelas merugikan sekaligus ancaman bagi Indonesia. Apalagi semua orang tahu bahwa Singapura adalah "antek"-nya Amerika.
Dengan direklamasinya Singapura, kapal-kapal perang AS akan bisa berlabuh atau bersandar di sana. "Ini ancaman besar bagi Indonesia," ungkapnya.
Untuk menghadapi masalah serius itu, menurut Freddy, pemerintah Indonesia harus menghadapinya dengan sistematis. Semua institusi hukum harus kompak dan bersatu menghadapi mereka. Beberapa hari lalu, Departemen Kelautan dan Perikanan sudah melakukan pertemuan dengan instansi terkait, yakni Polri, TNI Angkatan Laut dan Kejaksaan Agung untuk membahas masalah tersebut.
"Kita perlu bicara bersama untuk menyatukan langkah. Karena yang kita hadapi ini adalah pelaku tindak kriminal yang terorganisasi dengan sangat rapi dan mempunyai dana triliunan. Mereka sudah bergerak hampir 30 tahun," ujarnya.
Tanggal : 20 Februari 2008
Sumber : http://www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=113012006117621
Dua kapal nelayan berbendera
Tahun 2007
Sumber : http://dplhk.makassarkota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=44
Dari sejumlah sumberdaya pesisir yang dimiliki Sulawesi Selatan, khususnya terumbu karang, sebagian besar atau sekitar 75 persen diantaranya telah hancur.
Hal itu mengemuka dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Gedung DPRD Sulsel, Rabu. Menurut salah seorang peneliti dari Pusat Penelitian terumbu Karang di Universitas Hasanuddin Makassar, Dr. Budimawan, pada umumnya, kerusakan ekosistem laut tersebut hancur akibat ledakan bom.
Beberapa nelayan senang menangkap ikan dengan cara melakukan pemboman sehingga sejumlah habitat lainnya yang berada di sekitar kawasan lokasi pengeboman para nelayan tersebut hancur.
Sementara itu, sejumlah ekosistem laut lainnya, seperti terumbu karang masih ada yang diselamatkan, itupun karena lokasinya berada di daerah pesisir yang dilindungi pemerintah sehingga agak menyulitkan bagi para nelayan untuk mencari nafkah kehidupan di sekitar lokasi tersebut.
Menurut Budimawan, bila pemerintah setempat melakukan upaya pembiaran, dikhawatirkan keberlangsungan ekosistem laut akan punah. Sebab itu, upaya Ranperda yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir ini, dapat mencegah terjadinya kerusakan habitat laut yang juga diyakini akan berdampak pada kehidupan sekitarnya, khususnya para nelayan.
Pasalnya, wilayah pesisir Sulsel ini, telah membentuk budaya tradisional masyarakat yang telah berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun dengan mengelola sumberdaya pesisir yang mencakup berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan sebagai sumber protein hewani, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria.
Selain itu, wilayah pesisir tersebut juga menyediakan sumberdaya ekonomi untuk kegiatan perdagangan dan industri, sumber mineral, sumber energi, minyak dan gas bumi serta bahan-bahan tambang lainnya.
Namun saat ini lanjut Budimawan, potensi sumberdaya pesisir secara alamiah itu, telah mengalami degradasi ekosistem terutama populasi ikan dan biota lainnya yang cukup terdapat di dalamnya sebagai akibat dari dampak laju pertumbuhan penduduk, kegiatan pembangunan fisik, peningkatan sampah organik dan anorganik serta kegiatan-kegiatan illegal dalam industri perikanan, pertambangan dan pembalakan.
Budimawan juga menilai bahwa peningkatan konsumsi dan pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berlebihan ini, tanpa mempertimbangkan aspek pelestarian lingkungannya, akan semakin menurunkan daya lingkungan dan nilai serta keberadaan potensi sumberdaya pesisir, sehingga mengancam potensi ekonomi dan sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Hal ini, lanjutnya, tentu akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat. Masalahnya, sebagian masyarakat lokal yang berdomisili di wilayah pesisir di Sulsel katanya, adalah bermata pencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya pesisir, khususnya kegiatan perikanan sebagai sumber pendapatan utamanya.
Berkurangnya populasi ikan di perairan pesisir akhir-akhir ini, lanjut dosen Unhas ini, mengakibatkan hasil tangkapan nelayan semakin berkurang pula dan membuat nelayan terpaksa mencari ikan pada jarak yang semakin jauh melewati wilayah laut teritorial.
Kondisi ini, katanya, dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan konflik antar nelayan dari daerah lain. Sehingga dengan adanya sistem pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memperoleh hasil tangkapan yang akan meningkatkan taraf hidupnya dan menghindari konflik antar nelayan.
Hal senada dikatakan Kepala Bappeda Propinsi Sulsel Sangkala Ruslan bahwa pengaturan wilayah pesisir ini, perlu dilakukan agar jelas batas wilayah pemanfaatan laut misalnya wilayah pengembangan usaha rumput laut, tempat berlabuhnya kapal-kapal tradisional atau di daerah mana seharusnya nelayan dapat menangkap ikan tanpa harus merusak ekosistem laut lainnya dan terlibat konflik.
Tanggal : 13 Februari 2008
Sumber: http://kontan-harian.info/index.php?action=view&id=8159&module=newsmodule&src=%40random4638400281bbc
JAKARTA. Banyak penangkap ikan asing ternyata belum memengantongi izin menangkap ikan di perairan Indonesia. Buktinya, pada 2007 lalu, hampir separo (49,7%) kapal perikanan asing yang beroperasi di Indonesia harus berurusan dengan pihak berwajib karena bermasalah saat melakukan penangkapan ikan.
Data di Departemen Kelautan dan Perikanan itu menyebutkan, selama 2007 terdapat 213 kapal perikanan asing yang mereka periksa. Sebanyak 105 kapal dinyatakan bermasalah, di antaranya tidak memiliki izin, bermasalah dalam penggunaan alat tangkap, atau tak memiliki dokumen lengkap. "Banyak pengusaha asing itu belum mematuhi aturan penangkapan ikan kita," ungkap Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan, di kantornya, Selasa (12/2).
Pelanggaran tak hanya dilakukan kapal asing. Kapal lokal pun, Freddy menambahkan, ada yang begitu. Memang, rasionya sangat kecil. Hanya 4,7% dari 1.802 kapal yang diperiksa tahun lalu. "Kebanyakan menyalahgunaan alat tangkap, seperti bom atau obat bius," katanya.
Freddy mengakui, di perairan Indonesia masih banyak praktek ilegal fishing. Bahkan, menurutnya, sebagian besar wilayah perairan merupakan daerah yang rawan dengan pencurian ikan. Sebagian wilayah rawan itu ada di Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, serta perairan Riau. "Laut kita luas dan tidak sebanding dengan tenaga pengawas yang ada," terang Freddy.
Tambah kapal pengawas
Freddy menjelaskan, sejak 2001 hingga 2007 kemarin, pemerintah baru mengoperasikan 38 kapal pengawas, dengan jumlah speedboat hanya 18 unit. Untuk itu, bulan ini, DKP akan menambah 13 speed boat dan langsung menyerahkannya kepada pemerintah daerah pesisir yang kawasan perairannya rawan dengan pencurian ikan.
Rinciannya, dari sebanyak 13 unit speedboat untuk enam kabupaten, yakni Bengkulu Utara, Bulungan di Kalimantan Timur, Bangai di Sulawesi Tengah, Kepulauan Sula di Maluku Utara, serta Asmat dan Yapen Waropen di Papua. Sisanya untuk beberapa Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi serta pangkalan pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP).
Aji Sularso, Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2S DKP) menambahkan, tambahan kapal pengawas sebenarnya mencapai 350 unit. Sayang, anggarannya tak cukup, kebutuhan itu pun belum bisa dipenuhi. "Pemenuhannya secara bertahap," katanya. Akan halnya pengawasan melalui udara memakai Vessel Monitoring System (VMS).
Meski jumlah kapal pengawas terbatas, Freddy mengklaim bahwa selama lima tahun terakhir DKP mampu menyelamatkan negara dari kerugian senilai Rp 1,307 triliun. Tahun lalu, DKP menyelamatkan negara dari rugi Rp 432 miliar dan pada 2006 sebesar Rp 306 miliar.