Tanggal : 4 Oktober 2007
Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000193871.html
Kapanlagi.com - Kerugian negara akibat penangkapan ikan secara liar (illegal fishing) oleh kapal-kapal penangkap ikan nelayan asing dikhawatirkan kian meningkat sejalan dengan semakin banyaknya jumlah kasus-kasus pelanggaran bidang perikanan.
Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DKP Ardisu Zainuddin, di Medan mengungkapkan, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yang ditangani DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga September 2007 sudah ada 160 kapal ikan liar yang diproses secara hukum.
Sebagian besar pelaku kasus illegal fishing yang terungkap itu, menurut Ardius, adalah kapal ikan asing seperti dari Vietnam, Thailand, China, Myanmar dan Malaysia.
"Mereka banyak beroperasi di perairan sekitar Natuna dan Arafuru," katanya.
Dari barang bukti kasus-kasus illegal fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara mencapai antara Rp1-Rp4 miliar per kapal.
Jika sampai September 2007 ada 160 kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugian negara akibat penangkapan ikan liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar sampai Rp640 miliar.
"Sementara secara akumulasi belum ada data resmi mengenai kerugian negara akibat penangkapan ikan ilegal itu, tetapi dari riset DKP pada 2003, totalnya bisa mencapai US$1,9 miliar (sekitar Rp18 triliun)," katanya.
Menurut dirjen, potensi kerugian negara di masa datang bisa saja terus meningkat, mengingat proses penanganan perkara kasus-kasus illegal fishing selama ini berjalan lambat.
Lambannya penanganan perkara, menurut Ardius, dikarenakan keterbatasan jumlah aparat penegak hukum perikanan di lingkungan DKP. Dari kebutuhan 6.000 orang, yang ada baru sekitar 10 persennya.
"Selain itu, tempat untuk menampung barang bukti pencurianikan juga terbatas, padahal bukti tangkapannya terus meningkat," katanya.
Oleh karena itu, sesuai amanat Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pemerintah membentuk lembaga pengadilan perikanan yang akan mulai beroperasi Oktober tahun ini.
Dengan pembentukan lembaga peradilan khusus perikanan tersebut, diharapkan penanganan perkara kasus-kasus illegal fishing bisa diproses lebih cepat.
Menurut Direktur Penanganan Pelanggaran DKP Achmad Baskara, dengan adanya pengadilan perikanan, pengenaan vonis terhadap kasus-kasus perkara perikanan bisa dipercepat dari sekitar 400 hari saat ini menjadi maksimal 140 hari.
Sejauh ini telah disiapkan sebanyak 28 orang hakim ad hoc dan 90 jaksa penuntut umum khusus untuk pengadilan perikanan yang dibentuk di lima Pengadilan Negeri (PN) yaitu PN Medan, Tual, Pontianak, Bitung dan Jakarta Utara. Pemilihan lima lokasi itu didasarkan pada banyaknya temuan kasus-kasus illegal fishing selama ini, katanya menambahkan.