Sumber : http://analisadaily.com/2007/Februari/25/index.html
Jakarta, (Analisa)
Mega proyek reklamasi terkait program ambisius "Singapura Tanpa Batas 2010" sesungguhnya merupakan kontribusi dari pertambangan pasir di pulau-pulau kecil terluar milik Indonesia, baik yang dilakukan secara legal, ilegal yang dijual ke negara tetangga tersebut.
"Jika sekarang luas daratan Singapura bertambah sekitar 200-an kilometer persegi, itu konsekuensi dari tidak tegasnya kita, terutama pemerintah pusat dalam mengamankan wilayah kedaulatan dari kemungkinan perubahan batas wilayah," kata Anggota Komisi I DPR RI, Andreas H Pareira, di Jakarta, Jumat.
Selain karena ketidaktegasan pemerintah pusat, lanjut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, mega proyek reklamasi Singapura itu terus terjadi karena adanya aparat daerah yang "bermain mata" dengan pengusaha (importir pasir) negeri jiran tersebut.
Andreas Pareira tidak membantah adanya informasi, importir pasir di Singapura, diduga kuat mendapat backing-an pemerintahnya, karena dari kegiatan pemasokan pasir, juga berbagai jenis bebatuan dari Indonesia, amat mendukung pembangunan infrastruktur serta perluasan wilayahnya.
Anggota DPR RI dari wilayah Jabar mengatakan, semua kegiatan yang berkaitan mega proyek reklamasi itu bertujuan untuk menjadikan Singapura sebagai internasional hub untuk semua jenis aktivitas ekonomi, budaya, politik di kawasan ini.
"Solusinya sekarang, awasi dan tangkap para "pemain pasir" yang menjual kekayaan serta kedaulatan negara, tanpa pandang bulu serta pilih kasih," tegas Andreas Pareira. Andreas Pareira menegaskan, pemerintah pusat harus membuat garis kebijakan tegas tentang masalah ini. "Sebab, mega proyek reklamasi itu terjadi karena dua hal utama tadi, yakni pemerintah pusat tidak tegas dan adanya indikasi aparat daerah bermain mata dengan pengusaha Singapura," ungkapnya.
Karena itu, menurutnya, tiga solusi yakni pertama, kasus penjualan dan pencurian pasir harus distop total. Kedua, pemerintah pusat harus membuat garis kebijakan tegas. "Ketiga, awasi serta tangkap pemain-pemain pasir yang menjual kekayaan serta kedaulatan negara," kata Andreas H Pareira.
KESALAHAN SENDIRI
Sementara itu, ditemui terpisah, pengamat politik LIPI, Hermawan Sulistyo menilai, jika perubahan tapal batas RI-Singapura terjadi (akibat adanya mega proyek reklamasi), kesalahan terutama ada pada Indonesia sendiri.
Akibat ekspor (legal maupun ilegal) pasir ke Singapura, kini telah ada daratan baru dari negara itu yang menjorok sekitar 12 mil laut ke arah wilayah kedaulatan RI. "Penyelesaian harus dari penerapan aturan hukum yang tegas terhadap ekspor pasir. Barulah setelah itu bicara tentang border crossing dengan mempertimbangkan kondisi terakhir," ungkap Hermawan Sulistyo. (Ant)