Dicopot, Kajati Papua dan 6 Anak Buahnya yang Terindikasi Suap Kasus Illegal Fishing

Tanggal : 31 Agustus 2007
Sumber : http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=301714


JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tak menoleransi perilaku jaksa nakal, meski jaksa tinggi. Hal tersebut ditunjukkan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang mencopot Kepala Kejati Papua Lorens Serworwora dan enam anak buahnya. Mereka dianggap telah mengabaikan isi rencana tuntutan (rentut) Kejagung pada sidang kasus pencurian ikan (illegal fishing).


Mereka yang ikut dicopot adalah Wakil Kepala Kejati Papua Domu P. Sihite, Irban Pidana Khusus (Pidsus) Datun III Pengawasan Kejagung Jeffry Angker, Kepala Kejari Jayapura Poltak Radjagukguk, Kasi Penyidikan pada Aspidsus Kejati Papua Putu Suardjana, Kasi Sospol pada Asisten Intelijen Kejati Papua I Nyoman Sumartawan, dan Kasi Tata Usaha Negara (TUN) Kejati Papua Mananda J. Manulang.


Lorens yang tersandung kasus itu termasuk jaksa senior yang kenyang pengalaman. Dia pernah menjabat kepala Kejati Nusa Tenggara Timur (NTT) dan inspektur intelijen pada bagian JAM Pengawasan.


Domu tercatat sebagai mantan koordinator jaksa penuntut umum (JPU) kasus kematian Munir dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto saat persidangan di PN Jakarta Pusat. Jeffry adalah mantan Plt asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejati Papua.


Jaksa Agung Muda (JAM) Pengawasan M.S. Rahardjo mengumumkan langsung pencopotan Lorens dalam jumpa pers di Gedung Kejagung kemarin (30/8). "Mereka (Lorens dkk) masing-masing diberi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan struktural atau dicopot dari jabatannya," tegasnya.


Putusan tersebut dikeluarkan jaksa agung pada Selasa (28/8) setelah membaca hasil pemeriksaan tim pengawas yang dipimpin Rahardjo. Isi putusan jaksa agung juga telah dikirimkan kepada yang bersangkutan melalui faksimile.


Menurut Rahardjo, Lorens dkk berbuat tercela dalam menangani kasus illegal fishing Kapal Motor (KM) Cinta 12 dan KM Cinta 22. Lorens dkk dianggap tidak melaksanakan isi rentut Kejagung terhadap dua terdakwa kasus tersebut, Sumintro Mendome dan Jojit Mandela. "JPU justru membacakan usul rentut Kejati Papua ke JAM Pidsus. Padahal, seharusnya mereka membaca petunjuk tuntutan dari JAM Pidsus," tegas mantan kepala Kejati Jawa Timur tersebut.


Sesuai petunjuk tuntutan, kata Rahardjo, Kejagung memerintah kedua terdakwa dituntut pasal 93 ayat 2 jo pasal 27 ayat 2 UU No 31/2004 tentang Perikanan jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP untuk dakwaan primer. Kejagung juga memerintah agar terdakwa dipidana penjara masing-masing empat tahun, denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan, dan dokumen terdakwa dirampas negara. "Itu berdasar nota telepon dari Kejagung," jelasnya.


Usul rentut Kejati Papua berasal dari rentut Kejari Papua dan Aspidsus Kejati Papua. Rinciannya, kedua terdakwa dituntut dengan pasal 97 ayat 1 jo pasal 38 ayat 1 UU No 31 Tahun 2004 jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Ancaman hukuman pasal itu jelas lebih rendah, yakni hanya dikenai denda Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan, dan seluruh barang bukti dikembalikan ke masing-masing terdakwa.


Barang bukti tersebut adalah satu unit kapal penangkap ikan KM Cinta 12, 10 dokumen terkait dengan perizinan penangkapan ikan, serta uang pengganti Rp 5 juta dari hasil penjualan barang bukti 1.190 ekor ikan cakalang.


Dua terdakwa, Sumintro dan Jojit, ditangkap pada 22 Februari 2007 di perairan RI oleh Tim Polisi Air Polda Papua dengan kapal patroli Tanjung Youtefa-301. Sebelum ditangkap, mereka mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Filipina dengan nama KM Buene Suerete Jemenes di perairan Papua Nugini.


Dalam pelayarannya, mereka menggunakan surat izin penangkapan ikan (SIPI) atas nama KM Cinta 12. Ketika ditangkap, mesin kapal sedang stand-by. Pada jaring ditemukan satu ton ikan tuna/cakalang dalam palka. Mereka memperlihatkan SIPI 01. Pada SIPI tersebut dituliskan, spesifikasi KM Cinta 12 berbahan kayu dan bermesin Mitsubishi. Namun, kenyataannya, SIPI yang digunakan tidak sesuai peruntukan karena KM Cinta 12 berbahan besi dan bermesin merek Hansin.


Menurut Rahardjo, kasus pengabaian rentut itu didasarkan pada laporan masyarakat saat persidangan. Kejagung lantas membentuk tim pemeriksa internal yang beranggota tujuh jaksa dan langsung terjun ke Papua pada 6 Agustus lalu. "Di sana (Jayapura), kami memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, perusahaan tempat para terdakwa bekerja," ungkapnya.


Saat ditanya apakah ada indikasi suap yang diterima Lorens, Ritonga mengaku memang tersirat. "Tersirat demikian," katanya.


Menurut dia, tim pemeriksa masih menelusuri kemungkinan adanya aliran penyuapan. Jika terbukti menerima suap, Lorens dkk bisa diajukan dalam proses pidana.


Domu Siap Membela

Di tempat terpisah, Domu menyatakan belum mengetahui informasi pencopotan dirinya dari jabatan wakil kepala Kejati Papua. Dia mengaku belum menerima faksimile yang dikirimkan Kejagung. "Saya masih berdinas di sini (Jayapura). Saya belum menerima faks. Saya justru baru tahu dari Anda," ujarnya saat dihubungi koran ini tadi malam.


Selain itu, mantan JPU kasus Munir tersebut membantah telah mengabaikan isi rentut dari Kejagung, apalagi menerima suap dalam persidangan kasus illegal fishing. (agm)

Lanal Sorong Intensifkan Operasi Handak

Tanggal : 24 Agustus 2007

Dalam upaya mencegah dan memperketat pengamanan bagi aktifitas nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (handak) bom ikan dan potassium, Lanal Sorong bersama Tim Gabungan akan intensifkan patroli. Tim gabungan terdiri dari Polairud serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sorong.

Menurut Danlanal Sorong Kolonel Laut (P) M Rihcat, Lanal Sorong bersama tim gabungan sudah melakukan patroli keliling bersama sejak bulan kemarin dan akan dilanjutkan,”ujarnya kepada wartawan (Selasa 21/8) di Mako Lanal Sorong.

Ditanya soal hasil patroli, kata Danlanal, sejauh ini memang belum ada pelanggar yang ditangkap namun praktek pemboman ikan dan potassium disinyalir masih terus berjalan. Dijelaskan, pengawasan yang dilakukan bukan hanya di laut saja tapi pengawasan sampai ke darat yakni dengan patroli langsung ke nelayan yang baru selesai mencari. “Jadi kami melihat ikan hasil tangkapanya misalnya kalau macam ikan hasil handak itu bisa terlihat insangnya sudah pecah dan juga kalau mau direndam ke dalam air itu terlihat keluar darah yang banyak,” tegasnya seraya menambahkan.

Tindakan pemboman ikan jelas merusak habitat laut dan keanekaragaman laut yang menjadi potensi laut seperti ikan, terumbu karang dan lainnya. Salah satunya seperti Kabupaten Raja Ampat yang akan menjadi kepulaun bahari sehingga diharapkan tindakan pemboman ikan harus ditindak.

Sedangkan saat ditanya sanksi terhadap praktek pemboman ikan tersebut, kata Danlanal, sanksinya paling berat yakni bisa dikenakan pasal berlapis karena melanggar hukum soal lingkungan hidup dan penggunaan bahan peledak.

posted @ Friday, August 24, 2007 9:58 AM by dispenal

Sosek Malindo Bahas Penyelundupan dan Pencurian Ikan

Tanggal : 7 agustus 2007
Sumber : http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=5073&Itemid=831

SAMARINDA: Kerjasama Bidang Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia (Sosek Malindo) akan membahas topik utama tentang penyelesaian masalah penyeludupan dan pencurian ikan di perbtasan kedua negara yang hingga kini terus berlangsung.

Harapan itu disampaikan kedua perwakilan kedua negara usai pembukaan pertemuan delegasi kedua negara yang berlangsung di Samarinda, Kamis (2/8) sebagai tindak lanjut program kerjasama yang telah terjalin selama 12 tahun.

Sekprov Kaltim, H Syaiful Teteng mengakui hingga kini sejumlah nota kerjasama yang dilakukan kedua negara melalui Sosek Malindo umumnya masih di atas kertas, sementara kenyataan di lapangan belum memuaskan, terutama terkait soal penanganan penyeludupan kayu dan pecurian ikan di kawasan perbatasan.

”Kami sangat berharap pertemuan kali ini bisa membahas soal kerjsama nyata di lapangan untuk mengatasi kasus illegal logging yang terjadi di kawasan perbatasan kedua negara,” katanya.

Indonesia yang memiliki kawasan perbatasan dengan hutan begitu luas dan perairan yang potensi ikannya cukup besar selalu menjadi korban pembalakan dan pencurian ikan yang dilakukan oleh sejumlah oknum pengusaha asal negeri Jiran itu.

Namun, kata Teteng untuk menyelesaikan kondisi itu, tidak perlu saling menyalahkan, tetapi bagaimana terus menjalin kerjasama untuk mengatasi masalah ini sehingga pembalakan dan pencurian ikan bisa diminimalisir.

Hal senada juga disampaikan Pimpinan Rombongan Malaysia, Maznah Haji Abdul Ghani selaku Timbalan Setia Usaha Kerajaan Negeri Sabah, Malaysia yang mengatakan soal penyelundupan akan menjadi pembahasan utama dalam pertemuan itu.

Diakuinya masalah aturan kedua negara menjadi kendala dalam program kerjasama mengatasi penyelundupan tersebut sehingga perlu upaya bersama untuk saling mengerti agar masalah itu bisa segera diselesaikan.

Maznah mengatakan terjadinya penyeludnupan itu tidak hanya merugikan Indonesia, namum Malaysia juga mengalami hal yang sama, karena tidak memperoleh pemasukan negara karena dilakukan secara illegal.

”Kita berharap melalui pertemuan ini akan diperoleh kesepahaman kedua delegasi untuk lebih meningkatkan hubungan yang selama ini hanya dituangkan di atas kertas menjadi kenyataan di lapangan,” ujarnya.

Selama ini, kegiatan penyelundupan kayu dan pencurian ikan dari daratan dan perairan Kaltim yang masuk ke Malysia tidak bisa diperiksa petugas Indonesia karena dianggap sudah mejadi kewenangan petugas negeri Jiran, padahal nyata-nyata kayu dan ikan tersebut berasal dari wilayah Indonesia.

Melalui pertemua ini dapat diperoleh jalan keluar yang baik sehingga masalah penyelundupan kayu dan pecurian ikan bisa diatasi bersama dan menguntungkan kedua belah pihak.