Rp 25 Miliar Menguap Akibat Illegal Fishing

Tanggal : 30 Januari 2007
Sumber : http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2007/jan_30/lkEko001.html

Kerugian negara akibat illegal fishing atau pencurian ikan, ternyata sangat besar nilainya. Untuk wilayah Indonesia Timur saja di tahun 2006 mencapai Rp 25 miliar.

Perhitungannya, urai Ka-subdin Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan (Dis-perik) Sulut Joy Korah, Senin (29/01) kemarin, hasil jara-han per kapal rata-rata bernilai Rp 500 juta. Semen-tara berdasarkan data yang ada, dari 428 temuan, ada 51 kasus yang dalam posisi ad hoc atau dikawal dan sekitar 20-an sudah dalam proses hukum.

Untuk persoalan ini, terdiri dari 385 kapal ikan berbendera Indonesia dan 43 kapal ikan asing. Untuk temuan yang sudah ada keputusan hukum tetap, maka berdasarkan atu-ran kapal dan isinya dirampas atau disita oleh negara.

Jika dibandingkan dengan tahun 2005, menurut Korah, terjadi penurunan kasus. Karena dari 205 temuan, ada 74 yang dikawal dan setengah kasusnya mendapat keputu-san hukum tetap.

Untuk tahun 2007 ini, dikata-kan Korah, pihaknya belum me-nemukan kasus. “Semoga tak ada lagi illegal fishing. Soalnya semua pihak berkomitmen akan meningkatkan kinerja, ter-utama mengenai pengawasan,” pungkasnya.(tru)

Penataan Kebijakan Ilegal Fishing


Tanggal : 29 Januari 2007
Sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070129105421
Oleh
:
Koko P. Bhairawa

Akhir-akhir ini di kawasan laut Indonesia semakin marak dengan kegiatan Ilegal Fishing, dimana hal ini telah membawa kerugian terutama dilihat dari kerugian devisa negara (diperkirakan 1.3-4 Milyar USD pertahun), citra di mata dunia maupun kemungkinan terkena embargo dari negara importir produk Ikan Indonesia. Permasalahan lain adalah terjadinya gap yang besar antara estimasi stock dengan potensi sebenarnya, mengingat pendekatan perhitungan stock ikan tersebut berdasarkan tangkapan per unit (CPUE = Catch Per Unit of Effort) dari kapal yang berijin dan sebagian tidak berijin. Ilegal Fishing sendiri merupakan kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, tidak memiliki ijin dari negara pantai.


Modus Operandi

Di Indonesia Modus operandi kegiatan ini terjadi dengan beberapa golongan yaitu: adanya Kapal Ikan Asing (KIA), kapal ini murni berbendera asing dengan melaksanakan kegiatan penangkapan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen dan tidak pernah mendarat di pelabuhan perikanan Indonesia. Golongan ini jumlahnya cukup besar, berdasarkan perkiraan FAO ada sekitar 1 juta ton per tahun dengan jumlah kapal sekitar 3000 kapal. Kapal-kapal tsb berasal dari Thailand, RRC, Philippine, Taiwan, Korsel dan beberapa negara yang lain.

Jenis yang kedua adalah adanya Kapal ikan berbendera Indonesia eks KIA yang dokumennya aspal (asli tapi palsu) atau tidak ada dokumen ijin. Jenis ketiga adalah adanya Kapal Ikan Indonesia (KII) dengan dokumen aspal (pejabat yang mengeluarkan bukan yang berwenang, atau dokumen palsu). Hal yang keempat adalah adanya KII tanpa dilengkapi dokumen sama sekali, artinya menangkap ikan tanpa ijin.

Jika dilihat dari maraknya kegiatan tersebut maka sebenarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga terjadinya Ilegal Fishing tersebut, seperti: Terjadinya over Fishing di negara-negara tetangga yang kemudian mencari daerah tangkapan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pemasarannya. Selain itu juga didukung dengan sistem penegak hukum di laut masih lemah, terutama dilihat dari aspek legalnya maupun kemampuannya yang tidak sebanding antara luas laut dan kekuatan yang ada, sehingga para pelanggar leluasa dalam melaksanakan kegiatannya. Potensi perikanan di Indonesia yang masih menjanjikan (MSY = 6.4 juta ton pertahun) turut juga menjadi faktor maraknya Ilegal Fishing, hal ini dikarenakan potensi tersebut (terutama di ZEE) belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya oleh bangsa Indonesia sendiri. Mental oknum aparat penegak hukum juga ikut mempengaruhi, dimana pemberi ijin yang sama-sama mengeluarkan perijinan yang bukan menjadi wewenangnya dan juga upaya melindungi kegiatan Ilegal Fishing demi kantong sendiri. Bukan hanya itu, mental pengusaha Indonesia yang lebih senang sebagai broker tanpa harus membangun kapasitas usahanya dan bekerja keras, mengingat dengan klondisi demikian sudah cukup menikmati.

Disisi lain peraturan dan kebijakan pengaturan usaha perikanan masih belum kondusif dalam menghasilkan kontrol yang efektif, sehingga celah-celah selalu dimanfaatkan oleh orang-orang yang nakal.

Industri perkapalan di Indonesia juga masih tergolong mahal termasuk sarana dan prasarananya sehingga nelayan Indonesia tidak mampu memiliki kapal yang efektif dan efisien. Kapal ikan buatan dalam negeri yang kebanyakan tradisional tidak dapat menghasilkan tangkapan secara optimal. Dan yang paling memprihatinkan adalah kualitas SDM masih rendah terutama kemampuan teknologi, sehingga sebagian besar armada kapal ikan dikuasai skala kecil dengan kemampuan jangkauan pendek dan waktu berlayar tidak lama.

Saat ini praktek Ilegal Fishing banyak terjadi pada daerah penangkapan yang Sumberdaya Ikannya (SDI) dimanfaatkan secara berlebihan, dilaksanakan baik oleh kapal-kapal milik pengusaha asing maupun lokal, sebagai akibat tidak diterbitkannya izin baru sementara itu secara ekonomis usaha penangkapan ikan masih menghasilkan keuntungan yang besar. Selain itu juga terjadi pada daerah penangkapan yang SDI nya belum dimanfaatkan secara berlebihan, dilaksanakan oleh pelaku usaha untuk menghindari pungutan perikanan ataupun karena kapalnya milik negara asing. Praktek Ilegal Fishing baik dengan menggunakan dokumen izin palsu maupun sama sekali tanpa dokumen izin akan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian SDI dan dapat juga menimbulkan ancaman terhadap kelestarian usaha dari perusahaan yang taat terhadap ketentuan yang berlaku, akibatnya kepastian usaha tidak lagi terjamin dan etika bisnis tidak lagi diperhatikan. Bila Ilegal Fishing tidak dapat diatasi, maka terjadinya kerusakan SDI tidak dapat terelakan. Penangkapan ikan yang bertanggungjawab ditempatkan pada hubungan kerugian yang kompetitif terhadap Ilegal Fishing.

Jika tidak diambil tindakan efektif untuk mencegah, menghalangi dan menghilangkan Ilegal Fishing, nelayan yang bertanggungjawab akan menempatkan tekanan pada pemerintah mereka untuk mengendurkan kontrol. Ini akan lebih mengakibatkan over Fishing dan peningkatan trend terjadinya kerusakan sumberdaya perikanan. Hal ini akan mengancam ketersediaan bahan pangan dari laut dan kesejahteraan para nelayan sendiri mengakibatkan turunnya trend dari kondisi untung secara komersial menjadi bangkrut sehingga akan membutuhkan tambahan subsidi dan bantuan pemerintah. Dari banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya Ilegal Fishing, ada yang patut menjadi cacatan bagi kita bersama yaitu kebijakan yang ada dari pemerintah sangatlah kurang menindak. Selama ini hanya ada Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Panggal Kepulauan Indonesia ke PBB. Peraturan ini hanya menjelaskan batas-batas wilayah ZEEI, dimana pada batas ini tidak boleh dimasuki oleh pihak asing. Tetapi pada kenyataan yang terjadi, saat ini masih seringnya terjadi Ilegal Fishing di kawasan ini.


Kendala Penanggulangan

Adapun kendala dalam menanggulangi Ilegal Fishing adalah keuntungan besar secara ekonomis yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan telah memacu kegiatan Ilegal Fishing. Mengingat permintaan konsumen yang terus meningkat untuk mengkonsumsi ikan sebagai sebagai makanan yang menyehatkan dan bergizi tinggi di hampir seluruh penjuru dunia. Semakin dilakukan pembatasan dalam usaha penangkapan ikan dan diberlakukannya berbagai peraturan, semakin gencar para pelaku Ilegal Fishing melakukan kegiatan pelanggaran. Oleh karena itu usaha untuk menanggulangi kegiatan Ilegal Fishing perlu mengenal fakta dasar dan dipadukan kedalam penyusunan kebijakan perikanan yang lebih luas seperti : perluasan legitimasi dan bentuk perikanan yang bertanggung jawab (termasuk untuk perikanan budidaya), realisasi pengurangan kapasitas kapal ikan dan peningkatan kebutuhan untuk mengadopsi sebuah pendekatan ekosistem untuk konservasi dan pengelolaan stok ikan serta species terkait.

Selain itu juga kendala lain dalam menanggulangi Ilegal Fishing termasuk potensi konflik antara tujuan-tujuan dari kebijakan-kebijakan yang berbeda, atau keberadaan dari perusahaan yang tidak terbuka seringkali menyembunyikan para pemilik kapal yang telah diuntungkan karena melakukan kegiatan Ilegal Fishing. Lagipula, sejak kendaraan legal yang resmi dipakai untuk pelaksanaan pengelolaan dan konservasi sumberdaya perikanan hampir selalu menggunakan undang-undang atau peraturan nasional, yang bisa berdasarkan atas UUD atau kesulitan yang legal dalam melaksanakan ketentuan secara efektif, sebagai contoh : di laut lepas. Lebih jauh, pelaksanaan yang efektif untuk menanggulangi Ilegal Fishing akan menjadi mustahil jika sumberdaya manusia yang menanganinya tidak ahli, tidak didukung dengan peralatan yang memadai dan canggih. Khususnya pada negara-negara berkembang, kebutuhan khusus terkait dengan SDM, teknis dan sumber-sumber fisik.

Kendala yang paling berpengaruh untuk membasmi Ilegal Fishing adalah banyak kelemahan di Indonesia dalam menyatakan komitmen yang tulus untuk memberi pengaruh pada instrumen internasional yang telah tersedia atau untuk menggagalkan dalam memenuhi keinginan melakukan tindakan Ilegal Fishing. Oleh karena itulah diperlukan penataan kembali kebijakan tersebut. Pada penataan kebijakan nantinya haruslah mengacu pada model kebijakan yang ada. Dan ada baiknya jika menggunakan model kebijakan berbentuk Normatif, karena pada bentuk model ini kebijakan bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan dan atau meramalkan tetapi juga memberikan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pemberantasan kasus tersebut.


Penataan kebijakan

Berdasarkan permasalah yang ada maka dalam perumusan kebijakan mengenai Ilegal Fishing hendaklah memasukkan empat langkah yang bisa digunakan untuk menanggulangi pencurian ikan oleh kapal asing (illegal fishing) yaitu dengan mengatur masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan ekonomi nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan, ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar.

Ada beberapa solusi yang dapat diajukan sebagai alternatif dalam pemuatan perumusan kebijakan model Normatif yaitu perlunya penguatan sistem penegak hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang merupakan gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi dan satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer, sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL. Perlu juga mengadakan pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-kapal yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua kegiatannya akan termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan sebenarnya.

Pemerintah juga memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan pengaturan musim penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-daerah "sanctuary" untuk menjamin kelestarian. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perbaikan regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya "input restriction" atau pembatasan input menjadi "output restriction" atau pendekatan output, terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut mekanisme perijinan lebih sederhana dan mudah pengawasannya.