Jumlah Nelayan Indonesia yang Ditangkap Australia Menurun


Tanggal : 31 Mei 2007

Sumber : http://www.antara.co.id/arc/2007/5/31/jumlah-nelayan-indonesia-yang-ditangkap-australia-menurun/

Jakarta (ANTARA News) - Kapal nelayan berbendera Indonesia yang ditangkap oleh pihak maritim Australia karena dianggap pelanggaran wilayah laut, jumlahnya turun signifikan pada 2007.

Hal tersebut terungkap dari data yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Kamis, terkait kunjungan bersama pemerintah Indonesia dan Australia ke Probolinggo Jawa Timur untuk kampanye memerangi penangkapan ikan ilegal.

Pada tahun 2006, 359 kapal berbendera Indonesia telah ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia, sementara 49 lainnya disita perangkat dan hasil tangkapannya. Pada 2005 terdapat 279 kapal Indonesia yang ditangkap dan 325 disita.

Sementara itu untuk tahun ini hingga 30 April 2007, 26 kapal yang berbendera Indonesia telah ditangkap. Angka itu telah turun banyak jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2006, dimana 134 kapal penangkap ikan asing telah ditangkap.

Penurunan signifikan itu dicapai antara lain karena upaya keras yang dilakukan pemerintah Australia untuk mencegah penangkapan ikan ilegal. Pihak maritim Australia baru-baru ini telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp2,7 triliun untuk mencegah penangkapan ikan ilegal oleh warga negara asing di perairan Australia, dengan anggaran keseluruhan mencapai Rp3,5 triliun.

Selain itu, beberapa waktu terakhir pemerintah Indonesia --Departemen Kelautan dan Perikanan RI (DKP)-- dan Australia juga aktif mempromosikan upaya menentang penangkapan ikan ilegal.

Pejabat-pejabat dari DKP dan Kedutaan Besar Australia melaksanakan kunjungan bersama ke sejumlah daerah di Indonesia sebagai bagian dari kerjasama kedua negara untuk memerangi masalah penangkapan ikan secara ilegal.

Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melaksanakan kesepakatan antara Australia dan DKP untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye di Indonesia tentang dampak menangkapan ikan secara ilegal di Perairan Australia dan Indonesia. Kegiatan dalam kunjungan tersebut diantaranya adalah diskusi terbuka dengan masyarakat setempat dan diskusi dengan pemimpin masyarakat akar rumput setempat dan pemerintah setempat.

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menerangkan bahwa kampanye penyadaran ini merupakan "bagian dari upaya penting untuk menjamin keberlangsungan sumberdaya perikanan di perbatasan kedua negara."

Kampanye tersebut membantu masyarakat nelayan dalam memahami bagaimana mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing negara. Tujuan bersama adalah di masa depan tidak ada lagi kegiatan penangkapan ikan ilegal sehingga tidak ada lagi nelayan ditangkap.

"Ini adalah masalah bersama bagi kedua negara dimana kita harus bekerjasama untuk menemukan jalan keluar yang praktis. Baik Indonesia maupun Australia mengalami masalah penangkapan ikan ilegal dari masyarakat asing. Kami sepakat untuk bekerjasama untuk memberantas kegiatan penangkapan ikan ilegal untuk mempertahankan stok ikan yang menjadi kebutuhan kita," kata Farmer.

Melalui kunjungan-kunjungan bersama itu, lanjut dia, pemerintah Australia juga ingin menginformasikan kepada masyarakat perikanan Indonesia akan konsekuensi yang berat yang diperoleh apabila melakukan penangkapan ikan di perairan Australia.

Pada Bulan Juni 2006, Parlemen Australia mengeluarkan undang-undang yang menyatakan tahanan tiga tahun penjara bagi nelayan yang tertangkap melakukan praktek penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Australia selain denda sebesar Rp6,1 milyar.

Menyadari bahwa masalah ini memiliki dimensi kawasan, menteri dari kedua negara pada pertemuan Australia - Indonesia pada Juni 2006 di Bali sepakat bahwa Australia dan Indonesia akan mengadakan Pertemuan Menteri untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan masalah penangkapan ikan ilegal.

Ke-sepuluh negara yang menghadiri Pertemuan Menteri di Bali pada tanggal 4 May 2007 yang dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Freddy Numberi, dan Menteri Perikanan, Kehutanan dan Konservasi Australia, Senator Eric Abetz, sepakat untuk bekerjasama dan berkolaborasi dalam mempromosikan kebiasaan menangkap ikan yang bertanggung jawab dan juga untuk memerangi penangkapan ikan secara ilegal.

Sementara itu pada 27-31 Mei 2007, tim dari DKP dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta melaksanakan kunjungan bersama ke Probolinggo, Jawa Timur.

Tim tersebut juga dijadwalkan akan memberikan keterangan kepada media di Surabaya namun karena satu dan lain hal --antara lain adalah situasi di Pasuruan pasca bentrokan TNI AL dengan warga-- maka tim tersebut tidak dapat mencapai Surabaya di waktu yang telah disepakati sehingga acara dibatalkan

Pemkab Selayar Bertekad Berantas Illegal Fishing


Tanggal : 26 Mei 2007
Sumber : http://www.elshinta.com/elshinta/readnews.htm?id=40217&i=28&qr=


Andi Selayar - Selayar, Pemerintah Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan bertekad untuk segera membentuk Tim Penanggulangan Illegal Fishing agar para pelakunya dapat diberantas.


Hal tersebut disampaikan Bupati Selayar, Syahril Wahab kepada wartawan di Selayar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/5). Seperti diketahui, sejumlah aparat dari TNI dan Polri serta sejumlah pejabat lembaga dan institusi yang terkait langsung dengan pengawasan perairan Laut Selayar dipanggil Syahril Wahab.


Pemanggilan mereka itu untuk mengikuti rapat koordinasi mendadak yang membahas seputar maraknya kembali kegiatan illegal fishing jenis pengeboman dan pembiusan ikan.


Dalam kesempatan itu Syahril mengemukakan rasa kekecewaannya terhadap maraknya kegiatan terlarang tersebut. Pasalnya banyak wilayah di Kabupaten Selayar yang dianggap menjadi tempat mangkalnya pelaku penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan kimia (bius). Padahal Pemkab Selayar telah mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk pengawasan kawasan laut.


Oleh sebab itu dalam rapat tersebut Bupati Syahril mendesak kepada seluruh peserta rapat untuk segera membentuk tim untuk memberantas pelaku illegal fishing di wilayah Kabupaten Selayar, Sulsel.

RI-AUSTRALIA SEPAKAT PERTUKARAN INFORMASI PENGAMANAN PERBATASAN


Tanggal : 25 Mei 2007
Sumber : http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=BeritaNasional&op=detail_berita&id=1026

Canberra--RRI-Online, Indonesia dan Australia sepakat untuk bekerja sama dalam pertukaran informasi untuk mengamankan perbatasan kedua negara dari berbagai bentuk kejahatan dan tantangan keamanan, seperti pencurian kayu dan ikan serta perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang.


"Sebenarnya ada keinginan Australia untuk bisa mengadakan operasi bersama dengan kita namun sejauh ini yang baru disepakati adalah `information sharing` (pertukaran informasi) antara Bakorkamla dan Border Protection Command (Komando Perlindungan Perbatasan)," kata Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Joko Sumaryono, di Sydney, Kamis (24/5) malam.

Menurut Joko Sumaryono yang sedang berada di Sydney dalam rangkaian kegiatan kunjungan beberapa harinya di Australia, kesepakatan dalam pertukaran informasi itu dicapai dalam pertemuannya dengan pemimpin BPC dan Northern Command (Komando Utara) di Canberra dan Darwin dua hari lalu.

"Kerja sama pertukaran informasi ini mulai efektif dalam waktu dekat ini, dan beberapa hal yang menjadi perhatian bersama adalah masalah `illegal logging dan illegal fishing` (pencurian kayu dan ikan), serta kejahatan (perdagangan) narkotika," katanya.

Dalam pertemuan dirinya dengan BPC, kedua pihak bertukar fikiran tentang masalah manajemen pengawasan perbatasan.

BPC merupakan unit yang menyatukan sumberdaya dan keahlian beacukai dan pertahanan dengan tugas utama melindungi wilayah bahari negara benua itu dari berbagai ancaman keamanan, seperti terorisme, penyelundupan manusia, pencurian ikan, kegiatan ekspor dan impor yang dilarang, resiko karantina, dan bajak laut.

Sementara itu, sebelumnya, Sekretaris I/Pensosbud Konsulat RI Darwin, Buchari Hasnil Bakar, yang dihubungi secara terpisah dari Canberra mengatakan, selama di Darwin, Kepala Pelaksana harian Bakorkamla, Joko Sumaryono, tidak hanya bertemu dengan unsur "Northern Command" yang bertanggungjawab terhadap pengamanan wilayah perairan utara Australia tetapi juga menjenguk puluhan nelayan tradisional Indonesia yang ditahan di Darwin.

"Dalam kunjungannya ke Darwin hari Rabu (23/5), Pak Joko Sumaryono juga mendatangi `detention center` (pusat penahanan) untuk bertemu para nelayan tradisional asal Flores yang sedang ditahan sekaligus melihat fasilitas penahanan itu," kata Buchari.

Terkait dengan penangkapan dan penahanan ke-49 orang nelayan asal Desa Deka, Kabupaten Ndao, Flores, Nusa Tenggara Timur oleh otoritas Australia sejak 16 Mei itu, Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, mengatakan, mereka sepenuhnya merupakan nelayan tradisional dengan enam perahu layar tak bermesin.

Ia mengatakan, menindaklanjuti surat notifikasi penangkapan para nelayan tradisional ini, Konsulat RI di Darwin telah pun bertemu dengan para nakhoda perahu-perahu layar Flores ini guna memberikan pelayanan kekonsuleran yang pada intinya berupaya mengumpulkan informasi versi para nelayan.

Penangkapan enam perahu layar tak bermesin dengan 49 orang nelayan tradisional pada 16 Mei dilakukan otoritas Australia karena mereka dituduh telah melanggar undang-undang tentang manajemen taman nasional Pulau Pasir karena menangkap teripang sebagai satwa yang dilindungi, katanya.
(DS)

PANTAU TERUS ILLEGAL FISHING

Tanggal : 8 Mei 2007
Sumber : http://www.tapinkab.go.id/?tapin=lihat&id=42


Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Kabupaten Tapin makin gigih berupaya memberantas penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing), selain polisi, pokwasmas pun kini membantu.

Jika pada tahun 2003, Disnakkan menyelesaikan satu kasus illegal fishing menggunakan alat penyetrum. Maka, pada tahun 2004 dua kasus yang sama dituntaskan. Ternyata tahun 2005 lebih parah, empat kasus penyetruman kembali terjadi. Malah, tahun ini Disnakkan menangkap dua pelaku menggunakan bahan kimia berbahaya.

Ini rupanya yang membuat Disnakkan lebih waspada,. Padahal pelaku penyetruman diancam kurungan penjara 8 bulan dan denda materi Rp. 200 ribu. Sedangkan pelaku yang menggunakan bahan kimia berbahaya diancam 6 bulan penjara dengan denda materi Rp. 200 ribu.

Kepala Disnakkan Tapin Ir. M. Yunus, MM saat ditemui diruang kerjanya, senin (3/7), menekankan betapa illegal fishing sangat merugikan. Pasalnya, aktivitas tersebut mengakibatkan punahnya komoditas ikan. Ikan yang mati tidak hanya ikan yang layak tangkap, tetapi juga bibit-bibitnya. Akhirnya, punahlah ikan-ikan tersebut.

“Untuk mendukung UU Nomor 31 Tahun 2004 sekaligus sebagai upaya menanggulangi permasalahan ini, kami terus melakukan pemantauan dan pengawasan kedaerah-daerah perairan dan rawa. seperti wilayah Candi Laras Utara, Candi Laras Selatan, Tapin Tengah dan Kecamatan Bakarangan,” julas Yunus.

Selain dibantu pihak kepolisian, pihaknya juga dibantu oleh kelompok pengawas masyarakat (pokwasmas) yang jumlahnya sekitar 16 kelompok, tersebar diseluruh Kecamatan yang ada di Tapin.

Selain itu, pihaknya juga juga melakukan restocking (penyebaran kembali bibit ikan lokal di tempat-tempat ikan berkembang), pemasangan papan seruan yang berisikan papan larangan melakukan illegal fishing, menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang larangan illegal fishing melalui media massa, pembuatan brosur, serta melakukan peninjauan langsung kelapangan.

“Maksudnya kami turun langsung kelapangan dengan mengadakan sosialisasi dan gelar perkara. Kemudian dalam peninjauan langsung tersebut kami melibatkan Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Polisi, TNI, dan tokoh masyarakat,” paparnya.

Karena itu, jika masyarakat mendapati atau menemukan pelaku illegal fishing. Maka maka masyarakat dipersilahkan melapor kepada kami, atau kepada kepolisian. Pasti akan kami tindak lanjuti,”

10 Negara Sepakat Perangi Penangkapan Ikan Ilegal


Tanggal : 5 Mei 2007
Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0705/05/eko03.html


Kuta-Sepuluh negara di kawasan Asia Pasifik sepakat memerangi illegal unreported unregulated (IUU) fishing di kawasan regional. Kesepakatan itu dilakukan dalam Regional Ministerial Meeting (RMM) Promoting Responsible Fishing Practices in the Region, di Bali, Jumat (4/5).

Pertemuan diikuti 10 negara, yaitu Indonesia, Australia, Filipina, Vietnam, Timor Leste, Singapura, Thailand, Papua New Guinea, dan Brunei Darussalam.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, semua negara mempunyai komitmen yang sama di kawasan untuk melakukan penangkapan ikan secara bertanggung jawab, khususnya di Laut China Selatan, Laut Sulawesi, dan Laut Arafuru, Timor.

“Dalam pembahasan sudah jelas bahwa kita ingin supaya cara-cara penangkapan dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab. Hal itu dalam arti kalau ada masalah kita bisa share satu sama lain. Kedua, kita ingin ada pertukaran informasi. Kemudian ada collecting data secara bersama-sama, terutama terhadap ikan tuna,” kata Freddy usai pelaksanaan Regional Ministerial Meeting.

Ia mencontohkan jumlah ikan tuna semakin hari makin berkurang karena ikan yang ditangkap umurnya di bawah sepuluh tahun. Padahal, ikan yang ditangkap di bawah usia 10 tahun mempersulit perkembangan habitatnya. Menurutnya, kalau usianya di atas 20 tahun lebih baik. Masalah semacam inilah yang akan dibahas antarnegara.

“Komitmen saling memberi informasi, saling pantau, serta sistem kontrol dan monitoring yang dilaksanakan harus baik. Hanya dengan itu kita bisa menyelamatkan sumber daya perikanan di kawasan regional,” kata Freddy.

Bahkan, ia mengemukakan dengan Australia disepakati dilakukan patroli bersama yang diharapkan dapat meminimalkan praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di kedua negara.
Freddy menjelaskan saling berbagi informasi telah dijalin dengan Australia dan akan terus diperkuat. Ia mencontohkan, Indonesia berhasil mengejar kapal China yang melakukan penangkapan ikan secara liar karena ada informasi dari Australia.

Menteri Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi Australia Eric Abetz mengakui terjadi penurunan kasus illegal fishing di perairan Australia secara signifikan. Ia mengatakan cukup puas dengan kerja sama bilateral di sektor kelautan dan perikanan selama ini dalam pemberantasan IUU Fishing.

Freddy menegaskan apabila ada pelanggaran atas kesepakatan bersama tersebut, sanksi tetap berdasarkan ketentuan internasional.

“Ada instrumen internasional dari FAO, di mana bagian dari bangsa-bangsa dunia yang ada di kawasan ini, ikut menegakkan aturan main itu. Bahwa responsible fishing practices harus dilaksanakan dan itu harus menjaga kelestarian lingkungan,” tegasnya.

RMM menghasilkan dua dokumen, yaitu Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating IUU Fisihing in the Region dan Joint Statement Regional Ministerial Meeting to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating IUU Fishing in the Region.

Pelaku Pembom Ikan Resmi Ditahan


Tanggal : 4 Mei 2007
Sumber : http://www.papuapos.com/new/index.php?main=fullberita&id=3024


Jayapura – Walaupun menurut keterangan dua tersangka pengeboman ikan dengan Dopis, baru satu kali menggunakan Dopis, namun pihak aparat kepolisian tidak percaya begitu saja, sebab dari barang bukti yang ditemukan oleh penyidik maupun dari hasil interogasi penyidik, nampaknya bahwa perbuatan kedua tersangka ini sudah sering dilakukan.


Dir Polair, Kombes Polisi Dwi Marsanto melalui Kasie Gakum Pol Air, AKP Abbas, kepada wartawan diruang kerjanya, Kamis (3/5), menjelaskan hasil interogasi penyidik, kedua tersangka pelaku pem bom ikan dengan Dopis yang didampingi Penasehat Hukumnya, Adolf Warameri, SH, kedua tersangka masing-masing, LW, kelahiran Serui, warga jalan Tenggiri RT/03, Argapura Bawah yang memang asli nelayan, dan TW, tetangga LW namun masih berstatus pelajar ini, menangkap ikan untuk konsumsi makan, dan kalau lebih baru mereka jual untuk menambah penghasilan.

“Kedua tersangka sudah kami tahan. pengakuan keduanya, mereka belum pernah ditangkap oleh petugas dalam melakukan aksi bom ikan karena kata mereka baru pertama kali mereka melakukan bom ikan,” jelas Abbas kepada wartawan. Barang bukti yang diamankan petugas dan dari keterangan kedua tersangka, bom yang dipakai adalah hasil rakitan sendiri.

Cara merakit bom tersebut, menggunakan mesiu korek api yang dicampur dengan amunisi, yang tidak tahu diperoleh kedua tersangka dari mana, mesiu dan amunisi ini kemudian diisi dalam botol obat batuk jenis OBH yang diberi sumbu. Sumbu tersebut, kata Abbas, dililit dengan kertu Remi. Namun yang ditemukan petugas saat patroli Senin (30/4) lalu, kedua tersangka hanya menggunakan sebuah botol OBH saja, yang sudah dilemparkan ke laut yang menimbulkan bunyi ledakan.

“Perahu yang adalah milik LW juga sudah kami amankan sebagai barang bukti, sedangkan barang bukti seperti ikan hasil tangkapan sebanyak 38 ekor ikan samandar dan 2 ekor ikan hias, kami amankan di Fresher. Sampai nanti di penuntut akan diambil juga sebagai barang bukti,” jelas AKP Abbas kemudian.

Diberitakan sebelumnya, kedua tersangka ditangkap oleh petugas Sat Polair pada Senin (30/4) sekitar pukul 11.00 WIT di Kayu Pulo Jayapura ketika Petugas Sat Polair melakukan patroli laut sekitar pukul 09.35. Mereka kemudian langsung digiring ke Mapolda, dan langsung menjalani penahanan atas perbuatan tersebut.

Dari penangkapan tersebut, barang bukti yang diperoleh saat penangkapan tersebut adalah, 2 buah dayung kayu, 1 buah kelewey, 3 potong obat nyamuk, 8 batang korek api, 2 kacamata selam, 3 serok ikan, 1 potong gabus kecil, 36 ekor ikan samandar, hasil dari dopis yang diletakan oleh kedua tersangka dan 2 ekor ikan hias ditambah 1 unit perahu warna hitam abu-abu.

Akibat perbuatan kedua tersangka ini, mereka dijerat dengan ancaman UU Darurat pasal 1 ayat 1 UU No.12 tahun 1951 tentang Senpi dan pasal 84 ayat 1 jo. Pasal 8 ayat 1 UU RI No.31 tahun 2004 tentang Perikanan dan pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman bagi kedua tersangka ini, diatas 5 tahun penjara. Karena itu, dalam menjalani pemeriksaan sebagai tersangka Selasa kemarin, kedua tersangka didampingi oleh Penasehat Hukum yaitu Adolf Warameri, SH.