PELAKU ILEGAL FISING HARUS DIPROSES


Tanggal : 24 April 2006

Sumber : http://www.papua.go.id/berita_det.php/id/556

Jayapura-Perairan laut Papua ternyata masih marak oleh adanya pelaku Ilegal Fising, yang dapat merugikan negara dan ekosistem di laut. Buktinya, beberapa waktu lalu, pihak Lanal Merauke berhasil menangkap 8 kapal ikan yang melakukan Ilegal Fishing di perairan laut Merauke. Terkait dengan itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Ir. Astiler Maharadja yang dihubungi wartawan meminta agar pelaku Ilegal Fishing diproses secara hukum dan tuntas. Karena dinilai sudah menyalai peraturan perundang-undangan perikanan. "Terkait masalah Surat Izin Penangkan dan Mata Jaring yang di pakai di kapal trawll itu tentunya akan membawa dampak besar terhadap laut kita. Oleh karena itu, nantinya kita juga akan bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Marauke untuk melakukan pengukuran mata jaring. Sehingga apabila perbuatan mereka terbukti merugikan negara dan ekosestem di laut, maka mereka harus diproses" katanya kepada wartawan saat dihubungi Bisnis Papua lewat via telepon selulernya, semalam. Dari data yang berhasil dihimpun, sebagian besar Kapal-kapal asing yang ditangkap, masuk keperairan Papua dengan menggunakan bendera Indonesia, tetapi tidak dapat dibuktikan keabsahannya. Hal itu dapat dilihat pada saat dilakukan pemeriksaan oleh pihak kemanan. Mereka menggunakan dokumen-dokumen palsu untuk beroperasi di Papua. Mereka juga biasanya mengambil jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya ikan tuna, cakalang, arwana, udang, teripang, dan kerang. Ikan-kan yang bernilai ekspor itu sangat mudah ditemukan di perairan Papua. Diakui Astiler, kasus pencurian ikan diwilayah perairan Merauke, berada pada tingkat volume yang cukup tinggi. Hal itu, dibuktikan dengan adanya penangkapan kapal nelayan asing yang terjadi setiap tahunnya. Oleh karena itu, pihaknya sekali lagi menegaskan dan meminta pihak keamanan untuk segera melakukan penyidikan dan penyeledikan, sebagai upaya penanganannya karena telah merugikan negara. "Jadi, di laut Arafuru tampaknya sudah menjadi tradisi dari nelayan asing dan nelayan lokal untuk melakukan penangkapan ikan secara tidak benar. Memang kasus kasus pencurian ikan di wilayah perairan ini cukup tinggi, karena setiap tahun selalu ada kapal nelayan asing yang ditahan pihak TNI AL. Oleh karena itu, saya minta aagar pihak keamanan segera menindak tegas dan memproses mereka perbuatan mereka yang sudah sangat merugikan negara," paparnya. Dari data yang dihimpun sebelumnya, setiap tahun sekali terdapat sekitar 70 kapal asing beroperasi di perairan Papua, sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp 7 trilyun. Jumlah perghitungan tersebut, hanya berasal dari perairan Merauke, dan belum termasuk kerugian pencurian ikan di perairan aru, digoel, dan perairan lain yang ada di Papua. Apabila hal demikian masih berlangsung secara continue di perairan laut Papua, maka total kerugian yang dialami negara tidak akan terhitung. Selain itu, ekosistem laut Papua yang terkenal kaya akan hasil perikanan pun ikut terancam. Keprihatinan ini harus menjadi tanggung jawab dari semua pihak terkait. Setidaknya menekan angka pelanggaran Ilegal Fishing, yang salah satunya memproses tanpa ampun pelaku pencurian ikan yang tertangkap.

DPR Desak Pemerintah Segera Keluarkan Perpu Illegal Fishing

Tanggal : 5 April 2006
Sumber : http://www.dpr.go.id/artikel/artikel.php?aid=968


Wakil Ketua Komisi IV DPR Mindo Sianipar mengatakan pencurian ikan (illegal fishing) yang berlangsung di seluruh kepulauan Indonesia sudah masuk kategori gawat darurat. Kerugian akibat illegal fishing sudah sangat luar biasa, hampir mencapai 5 miliar US$ per tahun.


Sebagian besar hasil laut kita dijadikan lahan pencurian oleh pihak asing. Lautan Indonesia dijadikan sorga bagi pencuri ikan dari luar negeri. Karena itu DPR mendesak Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang mengatur tentang illegal fishing di lautan Indonesia.

“Mengingat jumlahnya yang dicuri terlalu besar, sudah selayaknya dibuatkan Perpu sebelum UU berkaitan tentang ini direvisi,” ujar Mindo kepada pers di gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/3).

Mindo menegaskan harus ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi dan mencegah illegal fishing, di antaranya dengan meningkatkan anggaran untuk pengamanan dan pengadaan alat-alat untuk memonitor perairan Indonesia.

Ironinya, kata Mindo, pelaku illegal fishing yang berhasil ditangkap oleh aparat keamanan selama ini oleh pengadilan kemudian dibebaskan. “Ini mengakibatkan nelayan di berbagai daerah marah dan membakar kapal yang ditangkap itu,” kata Mindo.

Mindo mengusulkan kapal-kapal asing dan ikan hasil curian itu sebaiknya dibagikan saja kepada kelompok –kelompok nelayan setempat dimana kapal tersebut ditemukan, sehingga dapat digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan. “Jadi salah kalau kapal yang ditangkap itu lalu disita untuk negara, sebaiknya dibagikan saja kepada nelayan setempat,” tandas Mindo.

Mindo menyayangkan banyaknya pelalu illegal fishing yang lolos dari jerat hukum atau dihukum terlalu rendah sehingga efek jera yang diharapkan malah tidak dapat.

Untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku illegal fishing, lanjut Mindo, hukuman yang diberikan kepada pelaku illegal fishing harus lebih keras. dan kapal yang ditangkap itu disita oleh pemerintah. “Langsung saja disita (kapalnya) dan pelakunya di proses hukum,” kata Mindo.

Menurut Mindo, masalah illegal fishing tidak hanya tanggungjawab pemerintah daerah saja, tapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, selain karena tingginya teknologi pengamanan lautan juga perlu koordinasi antar instansi.

Untuk menanggulangi illegal fishing, menurut Mindo, yang utama adalah memperkuat aparat keamanan di lautan. Sementara yang bertugas utama mengawasi dan menjaga keamanan lautan kita adalah TNI Angkatan Laut. Untuk jarak tertentu dari pantai, pengawasan dilakukan oleh Airud. Karena itu perlu koordinasi.