PATROLI TNIAL HADANG PEMBOM IKAN

Tanggal : 31 Maret 2005
sumber : http://beta.tnial.mil.id/beritd.php3?id=715



Prajurit TNI-AL sering melakukan patroli penghadangan kegiatan pemboman ikan di Laut Flores khususnya perairan Maumere dan pulau-pulau di sekitarnya serta di Laut Sawu khususnya perairan Kecamatan Paga yang berbatasan dengan Kabupaten Ende, kata Komandan Lanal Maumere, Letkol (P) Apriyani,SH di Maumere, Rabu.

Dia mengatakan, walaupun Lanal Maumere memiliki keterbatasan sarana dan prasarana operasi laut, namun semangat untuk "berperang" di laut tidak akan kendur. Hasil nyata sudah mulai terlihat yakni kegiatan pemboman ikan semakin berkurang.

Bahkan, banyak nelayan yang terbiasa membom ikan sudah mengalihkan usaha di bidang budidaya rumput laut. Prajurit TNI AL melakukan pendampingan bagi para nelayan yang berusaha di bidang budidaya rumput laut itu.

Wilayah yang dikenal paling banyak menghasilkan rumput laut berwarna merah untuk bahan baku industri kosmetika terdapat di perairan Pulau Pemana. Wilayah ini dikenal sangat potensial untuk budidaya rumput laut itu karena terhindar dari hempasan ombak dan badai pada musim hujan.

Apriyani mengatakan, pihaknya tidak akan berhenti menghadang para pelaku pengeboman ikan di perairan Laut Flores dan Laut Sawu mengingat banyak lokasi yang ditumbuhi terumbu karang sudah rusak.

Akibat kerusakan terumbu karang, beragai jenis hewan laut tidak bisa berkembang dan menyulitkan para nelayan sendiri, karena hasil tangkapan berkurang.

Dia mengaku, hingga kini masih terdapat beberapa nelayan yang melakukan pemboman ikan di laut. Malahan, ada di antara mereka yang salah satu bagian tangannya putus akibat pemboman itu masih juga nekad melakukan pemboman di perairan Laut Flores dan Laut Sawu.

Menurutnya, kegiatan pemboman ikan sering dilakukan di wilayah perairan Paga yang berbatasan dengan Kabupaten Ende, selain di lepas pantai Teluk Maumere. Karena itu, perhatian terbesar dari TNI AL di Lanal Maumere diarahkan ke wilayah Paga tanpa mengabaikan wilayah perairan lainnya.

Pemerintah Kabupaten Sikka bekerja sama dengan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) melakukan kegiatan pelestarian terumbu karang di wilayah perairan Maumere demi peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah ini.

Lanal Maumere mendukung program pelestarian terumbu karang itu melalui operasi terpadu menghadang pembom ikan di lepas pantai Maumere dan Paga, katanya. (Ant/O-2/wanz)

KAPAL PENGAWAS TODAK 01 TANGKAP 3 KAPAL PELAKU ILLEGAL FISHING


Tanggal : 24 Maret 2005
Sumber : http://www.dkp.go.id/content.php?c=1857


Pada tanggal 14 Maret 2005, Kapal Pengawas Todak 01 yang berpangkalan di PPS Kendari pada operasi rutinnya telah menangkap 3 kapal illegal fishing yaitu 1 unit kapal pembom ikan ukuran 3 GT KM. Tanpa Nama di perairan Tanjung Alang-alang Sulawesi Tengah dan 2 unit kapal KM. Gema Ilahi GT 7, KM. Sinar Huu GT. 30 penangkap penyu tanpa izin di Perairan Umbele Sulawesi Tengah.


Ketiga kapal tersebut di ad hoc ke dermaga PPS Kendari untuk diproses lebih lanjut. Menurut Nahkoda KP. Todak 01, Ahmad Kahar, penangkapan ini dilakukan setelah sehari melakukan pengintaian terhadap kapal tersebut di Perairan Umbele dan Tanjung Alang-alang. Penyerahan kapal untuk ditindaklanjuti oleh PPNS Perikanan PPS Kendari pada tanggal 16 Maret 2005 dari Nahkoda KP. Todak 01 ke Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari.


Lebih Lanjut Kepala PPS Kendari, Ir. Asifus Zahid, mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan untuk ketiga kapal tersebut kepada Mukhtar, A.Pi sebagai ketua Tim, Tri Wahyu Widoyartono, S.IP sebagai anggota. Dalam proses pemberkasan diamankan penyu hijau yang dilindungi sebanyak 12 ekor dan untuk sementara dititipkan pada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Departemen Kehutanan dan tersangka dititipkan pada tahanan TNI AL Kendari.


Menurut Mukhtar, A.Pi selaku Tim Penyidik akan menyelesaikan ketiga kasus ini dalam waktu ± 10 hari yaitu kasus pemboman melanggar Pasal 5 huruf a Jo. Pasal 84 ayat (1) Jo. Pasal 92 Jo. Pasal 93 ayat (1) Undang Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Sedangkan kasus Penangkapan Penyu melanggar Pasal 5 huruf a Jo. Pasal 7 ayat (2) huruf n Jo. Pasal 85 Jo. Pasal 92 Jo. Pasal 93 ayat (1) Undang Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.



Marak, Pencurian Ikan oleh Kapal Asing di Laut Arafura


Tanggal : 17 Maret 2005
Sumber : http://www.geocities.com/toelehoe/kcm180305.htm


Ambon, Kompas - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Romelus Far Far di Ambon, Rabu (16/3), mengatakan, praktik penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Maluku paling banyak terjadi di Laut Arafura. Maraknya pencurian ikan di daerah tersebut disebabkan oleh luasnya wilayah perairan serta terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan yang dimiliki pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta TNI Angkatan Laut maupun Polisi Perairan.


Laut Arafura menyimpan potensi ikan tangkap terbesar di wilayah perairan Maluku, yaitu sebanyak 771.500 ton setiap tahun. Potensi ikan tangkap di seluruh perairan Maluku seluruhnya mencapai 1.640.030 ton. Selain Laut Arafura, potensi perikanan tersebut terdapat pula di Laut Banda dan Laut Seram.


Menurut Far Far, data dari Departemen Kelautan dan Perikanan didapati sekitar 1.400 kapal terdaftar beroperasi di Laut Arafura. Namun, jumlah kapal yang beroperasi di lapangan diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan yang terdaftar resmi.


"Kapal penangkap ikan yang melakukan illegal fishing (penangkapan ikan ilegal-Red) paling banyak ditemukan di daerah Zona Ekonomi Eksklusif yang pengawasannya di tangan pemerintah pusat," kata Far Far. Kapal penangkap ikan ilegal jarang ditemui di wilayah perairan yang menjadi wewenang pemerintah provinsi atau kabupaten/kota-yang berjarak 12 mil dari garis pantai.


Kapal pencuri ikan tersebut umumnya berasal dari Thailand, Korea Selatan, Filipina, dan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya. Mereka biasanya menggunakan kapal penangkap Indonesia sebagai agen yang menangani usaha mereka serta mengurus berbagai keperluan administrasi. Pemilik perusahaan penangkapan ikan ilegal tersebut biasanya berada di negara mereka sendiri.


Menggandakan surat


Modus pencurian yang biasa dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan tersebut adalah dengan menggandakan surat penangkapan ikan (SPI) dalam jumlah besar. Surat tersebut diperoleh sebuah perusahaan penangkapan setelah mengantongi izin dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya, SPI yang telah digandakan itu dibagikan ke sejumlah kapal yang memiliki jenis, bentuk, ukuran, hingga warna yang sama dari kapal penangkap ikan yang terdaftar.


"Kami sangat berharap TNI Angkatan Laut dan Polisi Perairan dapat membantu mengendalikan dan mengawasi illegal fishing yang terjadi," kata Far Far. Pengamanan tersebut terutama untuk daerah perairan yang berada di luar wewenang pemerintah provinsi dan kabupaten.


Mengenai nilai kerugian dan potensi sumber daya perikanan yang hilang akibat pencurian tersebut, Far Far tidak dapat menjelaskan karena kapal yang mencuri ikan tersebut tidak berlabuh di pelabuhan perikanan di Ambon maupun Tual. Kapal-kapal tersebut umumnya bergerak dari areal penangkapan (fishing ground) di Laut Arafura langsung menuju basis penangkapan (fishing base) yang di antaranya berada di Makassar, Kendari, Surabaya, Bali, dan Jakarta.


"Kami tidak bisa memaksakan kapal tersebut harus berlabuh di Ambon karena wilayah pengelolaan mereka di luar kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota," katanya.